Tanggal
27 April adalah hari kelahiranku berdasarkan penanggalan Masehi. Tetapi saya
lebih senang menggunakan penanggalan islam untuk menandai hari kelahiranku.
Karena pada hakekatnya kita terlahir dalam keadaan Islam.
Alhamdulillah,
pada bulan yang penuh berkah, bulan yang lebih baik dari seribu bulan, tepatnya
pada tanggal 21 Ramadhan 1409 Hijriah,
Allah Azza wa Jalla mengizinkanku untuk merasakan udara segar dunia, yang akan
menjadi tempat persinggahan sementaraku untuk menyiapkan bekal kembali ke
kampung halaman yang kekal selama-lamanya, surga Allah yang luasnya seluas
langit bumi.
Saya
menyadari bahwa, umurku di dunia ini hanya sementara. Umur umat Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam itu hanya
sekitar 63 tahun (dihitung berdasarkan
penanggalan Hijriah) dan cuma sedikit yang lebih dari itu. Dan Allah Azza wa Jalla telah menakdirkan,
berapa lama kita berada di dunia ini. Kapan saja, kita bisa kembali
kepadaNya, dimana saja dan dalam keadaan apa saja, malaikat maut siap untuk
menjemput kita. Karena kematian itu bisa datang kapan saja. Oleh karena itu, setiap detik yang kita habiskan di dunia
ini sangat berharga.
Allah
Ta’ala telah mengingatkan kita, dalam Al-Qur’an sura Al Ashr yang artinya:
“Demi waktu. Sesungguhnya manusia berada
dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman, beramal saleh, saling
nasehat-menasehati dalam kebenaran, dan saling nasehat-menasehati dalam
kesabaran.”
Sesungguhnya
setiap detik umur kita di dunia ini berkurang dan tidak ada yang tahu berapa
jatah umur yang diberikan oleh Allah kepadanya. Oleh karena itu dengan
bertambahnya usia seharusnya menjadi pengingat bahwa semakin dekatnya kita
kepada perjumpaan dengan Allah Azza wa Jalla. Apakah, bekal kita sudah cukup
untuk berjumpa dengan-Nya di surga, ataukan justru sebaliknya, kita akan
tersunggku, terjatuh kedalam neraka Jahannam? (semoga Allah Ta’ala mengampuni
dosa-dosa kita). Sehingga kurang pantas rasanya jika kita mengucapkan selamat
ulang tahun dan merayakannya.
Oleh
karena itu, Jangan Ucapkan Selamat Ulang
Tahun Padaku.
*******
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak
pernah mengadakan perayaan ulang tahun selama hidupnya, tidak
pernah memerintahkan pun tidak ada dari sahabat yang melakukannya. Demikian
pula para Al-Khulafaur Rasyidun, para sahabat Nabi semuanya tidak pernah
mengerjakan perbuatan itu, padahal mereka adalah manusia paling tahu terhadap
sunnah-sunnah Nabi dan manusia yang paling disukai oleh Nabi serta paling gemar
mengikuti setiap apa yang diajarkan oleh Nabi.
Jika
perayaan ulang tahun disyari'atkan, tentu mereka melakukannya. Demikian para
ulama terdahulu, para Imam yang utama seperti Imam Syafi'i, Malik, Abu Hanifah,
dan Ahmad, tidak ada yang mengerjakannya, tidak pula memerintahkannya.
Persoalannya,
Kapan hal tersebut mulai dilakukan kaum muslimin?
Jawabannya
ketika orang-orang Barat menjajah negeri-negeri kaum muslimin.
Syaikh
Muhammad bin Shalih Al Utsaimin (rahimahllah)
menjelaskan: “Panjang umur bagi seseorang tidak selalu berbuah baik, kecuali
kalau dihabiskan dalam menggapai keridhaan Allah dan ketaatanNya. Sebaik-baik
orang adalah orang yang panjang umurnya dan baik amalannya. Sementara orang yang
paling buruk adalah manusia yang panjang umurnya dan buruk amalannya.
Karena itulah, sebagian ulama tidak
menyukai do’a agar dikaruniakan umur panjang secara mutlak. Mereka kurang
setuju dengan ungkapan: “Semoga Allah memanjangkan umurmu” kecuali dengan keterangan
“Dalam ketaatanNya” atau “Dalam kebaikan” atau kalimat yang serupa.
Alasannya umur panjang kadang kala tidak baik bagi yang bersangkutan, karena
umur yang panjang jika disertai dengan amalan yang buruk “semoga Allah menjauhkan kita darinya” hanya akan membawa keburukan
baginya, serta menambah siksaan dan malapetaka”.
Jika demikian, sikap yang Islami dalam
menghadapi hari ulang tahun adalah:
Tidak
mengadakan perayaan khusus, biasa-biasa saja dan berwibawa dalam menghindari
perayaan semacam itu.
Dalam
mensyukuri nikmat Allah berupa kesehatan, kehidupan, usia yang panjang,
sepatutnya dilakukan setiap saat bukan
setiap tahun. Dan tidak perlu dilakukan dengan ritual atau acara khusus,
Allah Maha Mengetahui yang nampak dan yang tersembunyi di dalam dada.
Demikian
juga refleksi diri, mengoreksi apa
yang kurang dan apa yang perlu ditingkatkan dari diri kita selayaknya menjadi renungan harian setiap muslim, bukan renungan tahunan.
Wallahu’alam.
Semoga
bermanfaat.