Jumat, 25 Desember 2015

Mengobati virus kasmaran

Lazimnya ketika kita ingin mengobati suatu penyakit maka terlebih dahulu kita mencari penyebab dari penyakit tersebut. Sehingga kita dapat mengambil langkah-langkah yang sesuai untuk mengobatinya.

Kasmaran adalah fitrah manusia, tetapi dia akan menjadi penyakit yang berbahaya jika kasmaran tersebut dijalani dengan cara-cara yang tidak sesuai syariat seperti pacaran, telpon-telponan dengan wanita yang bukan makhram, chatingan yang tidak perlu, gombal, dan lain sebagainya, yang mana kesemua itu adalah jalan-jalan yang akan mengantarkan pelakunya kepada perbuatan zina.

Kaidah fikih mengatakan jika sesuatu itu dihukumi haram maka segala jalan atau hal-hal yang mendekatkan kita atau yang menuju ke hal tersebut juga dihukumi haram. Perbuatan zina adalah perbuatan yang haram dengan demikian segala hal yang dapat mendekatkan kita kepada perbuatan zina tersebut juga diharamkan.

Al Imam Ibnul Qoyyim dalam kitabnya Zadul Ma’ad mengatakan bahwa sebab timbulnya kasmaran itu ada dua faktor, yaitu:

Pertama, melihat sisi-sisi indah dan positif dari pasangan
Kedua, selama dihati tersebut masih merasa adanya peluang dan harapan untuk bersatu dengan dirinya.

Oleh karena itu, cara terbaik untuk mengobati penyakit kasmaran tersebut adalah dengan mengobati kedua penyebab tersebut.

Untuk penyebab yang pertama dapat diobati dengan melihat sisi buruk dari si dia, baik dari sisi penampilannya, agamanya, intelektualnya, sifatnya, dan lain sebagainya. Dengan demikian, akan menimbulkan perasaan tidak suka kepadanya.

Untuk penyebab kedua dapat dilakukan dengan membuat diri kita menjadi putus asa dengannya, yakinkan bahwa diri kita tidak pantas dengannya, dia bagaikan rembulan yang mustahil untuk diraih, dia seorang putri sedangkan kita hanya rakyat jelata, dia cantik sedangkan kita buruk rupa, dan lain sebagainya. Terus dan terus yakinkan diri kita, atau yang lebih ekstrim lagi dengan cara membuat dia jengkel, benci dan marah kepada kita, (kalau yg ini sebaiknya jangan di ikuti), sehingga keinginan dan peluang untuk memiliki dan bersamanya menjadi pupus.

Hal yang terpenting lainnya adalah dengan berdoa kepada Allah, mintalah kepada-Nya untuk dihindarkan dari penyakit kasmaran yang dilarang tersebut.

Yakinlah, Jika kita memperbaiki hubungan kita dengan Allah Ta’ala, maka Allah akan memperbaiki hubungan kita dengan manusia. Mungkin saat ini dia membenci kita tetapi bisa jadi di masa depan dia justru menjadi orang yang sangat mencintai kita. Semua adalah Rahasia Allah Azza wa Jalla, dan Dialah sebaik-baik pembuat rencana.

*******

“Setelah sekian lama berjuang mencari obat virus kasmaran tersebut, akhirnya malam ini, jum’at 25 desember 2015 antibiotiknya berhasil ditemukan, walaupun harus menggunakan cara yang ekstrim, semoga kebencian itu hanya bersifat sementara, sembari berharap pertolongan dari Allah untuk memperbaikinya. Semoga Allah mengampuni, dan semoga Allah melindungi.”

Ditulis di kosan pondok Hasanuddin, Makassar, 25 Desember 2015.

Rabu, 16 Desember 2015

Duhai Cintaku

Duhai Cintaku
Karya: SahrulMadan

Duhai cintaku,
Rembulan yang bersinar terang di gelapnya malam,
Memandangmu, membuat adrenalinku terpacu,
Jantungku berdetak kencang,
Mulutku kering dan lidahku sulit tuk berucap,

Duhai Rembulan,
Memandangmu, dopamine dalam otakku meningkat cepat,
Membuatku adiksi,
Tak ingin kau jauh dari jangkauanku,
Serotoninku berkurang sedikit demi sedikit,
Membuat wajahmu tak mau hilang dari benakku,

Duhai Cintaku,
Rembulan yang bersinar terang di gelapnya malam,
Bersamamu, oksitosinku meningkat,
Membuat rasa sayangku kian tak terbendung,
Dan vasopressin menjadi penanda komitmenku padamu.

Duhai cintaku,
Aku kan datang untukmu.

Makassar, Rusunawa Unhas, 16 Desember 2015

Selasa, 01 Desember 2015

Maafkan aku yang tak sempurna


Sempurna adalah sesuatu yang utuh dan lengkap segalanya
Sempurna tidak bercacat dan bercela,
Sempurna hanya ada dalam bayangan para penghayal,
Ingatlah,
Tak ada yang sempurna di dunia ini,
Yang ada hanya keterjagaan dari hal-hal yang cacat dan tercela,

Nabi Adam pernah melanggar pohon larangan,
Nabi nuh pernah mendoakan jelek kaumnya, Ia pun menyesal,
Nabi Ibrahim pernah berbohong tiga kali,
Nabi Musa membunuh satu jiwa yang tidak halal untuk dibunuh,
Nabi isa mengaku punya salah namun Ia tidak menyebutkan kesalahannya

“Tak ada gading yang tak retak”
Oleh karena itu, tugas kita tetap saling nasehat menasehati dalam kebaikan dan mengingatkan ketika keliru. Kita punya salah begitu pula orang lain. Kesempurnaan hanya milik Sang Khaliq, Allah Jalla wa ‘Ala.
Oleh karena itu,
Maafkan aku yang tak sempurna.

*********

Rabu, 25 November 2015

Masih Cita-citaku Belum Cita-cita kita


Assalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh,

Pembaca sekalian yang semoga senantiasa mendapatkan Rahmat dan Hidayah dari Allah Azza wa Jalla. Saya senang sekali, karena setelah sekian lama, akhirnya saya berkesempatan untuk mencoret-coret kembali blogku tercinta ini. Saya mohon maaf kalau sudah membuat kalian kangen dengan tulisan-tulisanku yang apa adanya ini (ngarep, hehehe).

Baiklah, pada tulisan kali ini saya akan membahas tentang cita-cita. Saya membuat tulisan ini tujuan utamanya adalah untuk memotivasi diri yang beberapa minggu terakhir ini seolah-olah mengalami disorientasi hidup (apa coba, sok ilmiah gitu, hehe). Intinya adalah saya mencoba untuk membuat atau menyegarkan kembali patron atau jalan apa saja yang ingin saya tempuh dalam mengarungi hidup yang singkat ini untuk mencapi tujuan yang hakiki yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat. Dengan adanya patron tersebut maka memudahkan saya untuk mengambil tindakan-tindakan yang menunjang hal tersebut dan yang terpenting adalah meminimalisir dalam melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat atau istilahnya “quality timenya dapet”, begitulah kira-kira.

Cita-citaku

Dalam kamus besar bahasa indonesi (KBBI) cita-cita diartikan sebagai sebuah keinginan (kehendak) yang selalu ada di dalam pikiran, misalnya; “Ia berusaha mencapai cita-citanya untuk menjadi apoteker yang baik”. Selain itu, cita-cita juga diartikan sebagai tujuan yang sempurna (yang akan dicapai atau dilaksanakan), misalnya; “Untuk mewujudkan cita-citanya masuk ke dalam surga, dia mengorbankan jiwa, raga, waktu dan hartanya.” Jadi cita-cita adalah suatu hal mulya yang tentunya untuk meraihnya membutuhkan usaha, kerja keras, ketekunan dan niat yang ikhlas karena Azza wa jalla. Sehingga cita-cita tersebut mendatangkan kebahagiaan di dunia dan akhirat karena mendapatkan Ridho dari Allah Ta’ala.

Dulu, ketika masih kecil, ingusan, lugu, polos dan imut, saya sering ditanya oleh teman, paman, dan guru, “Madan kalau sudah besar, cita-citanya mau jadi apa?” saya dengan polosnya menjawab “Saya mau jadi anak yang berbakti kepada bangsa dan Negara”. (keren kan, hehe) Saya nda tahu kenapa menjawab seperti itu disaat anak-anak lain ada yang menjawab ingin jadi dokter, polisi, tentara, dan lain-lain, atau mungkin karena saat itu saya sudah paham bahwa semua profesi, apa pun itu, ujung-ujungnya adalah berkewajiban untuk berbakti kepada bangsa dan Negara dengan jabatan, profesi atau ilmunya masing-masing. Walaupun sih, tidak sedikit dari mereka yang ketika memiliki jabatan atau kekuasaan justru menjual Negara demi kepentingan pribadi dan dunianya. (Keren kan..?)

Kemudian ketika memasuki SMP dan SMA, setiap kali ditanya tentang cita-cita, saya selalu menjawab dengan jawaban yang sama, “Saya ingin menjadi manusia yang berbakti kepada bangsa dan Negara”. Tetapi semuanya berubah ketika saya memasuki dunia perkuliahan, dunia kampus yang penuh warna karena dihiasi oleh cinta, tingkah laku, pola pikir, ide-ide, kreativitas, idealisme, rambut gondrong, demonstrasi, praktikum, kejar-kejar asisten, begadang, pulang malam, makan nasi garam, nasi gula, minum kopi, teh, baca buku, komik, novel, puasa akhir bulan, bermalam di jalan, mendaki gunung, travelling, dan lain-lain sebagainya. 

Saat itu, mataku seolah melihat sesuatu yang berbeda dari hidup dan kehidupan ini. Begitu kompleksnya kehidupan sosial yang ada di sekililingku membuat cakrawala berpikirku yang dulunya terbatas menjadi terbuka lebar. Betapa Maha Besarnya Allah Azza wa Jalla yang telah menciptak segala bentuk keindahan dunia dan isinya ini yang saling berinteraksi dan terkait satu sama lain. Jika kita ingin merenungkannya, maka waktu yang kita miliki di dunia ini tidak akan cukup, karena untuk mencitakan satu sayap saja yang sama dengan saya lalat, kita tidak akan mampu melakukannya apalah lagi orga-organ tubuh yang Allah Ta’ala berikan kepada kita. Allah Akbar, Allah Maha Besar dengan segala ciptaan-Nya.

Sekarang, jika ada yang bertanya “Madan, cita-citanya ingin jadi apa?” maka dengan bangga saya akan menjawab, “Saya ingin menjadi Ahlu Surga”. Saya berharap keinginan untuk masuk surga tersebut terus terpikirkan di benakku dan terpatri di dalam hatiku sehingga mempengaruhi jiwa dan ragaku untuk melakukan hal-hal yang sejalan dengannya dan menjauhi hal-hal yang dapat menghalangiku untuk masuk ke dalam surge tersebut. Sesungguhnya, kenikmatan terbesar bagi seorang manusia adalah ketika dia bisa melihat wajah Allah di surga, tidak ada kenikmatan di dunia dan akhirat melebihi kenikmatan melihat wajah Allah Azza wa Jalla.

Ibnu Hazm berkata:
“Tidak ada cita-cita yang lebih tinggi dari seseorang yang ingin masuk ke dalam surga”.

Akh, sepertinya pembahasanku mulai agak sedikit serius yah, hehe. Sebagai intermezzo boleh juga teman-teman sekalian membaca tulisanku yang berjudul “Membangun Istana dengan Rawatib”.

Jalan untuk menuju cita-cita

Tahu tidak, dimana kampung halaman nenek moyang kita? Jika kita membaca sejarah kehidupan manusia yang dijelaskan di dalam kitab-kitab agama maka kita akan mengetahui bahwa kampung halaman nenek moyang kita yakni Adam Alaihi Salam adalah di Surga Allah Ta’ala. Karena bisikan dan rayuan syetan laktanatullah yang sangat halus dan pantang menyerah akhirnya nenek moyang kita terusir dari Syurga. Oleh karena itu tempat kembali kita seharusnya adalah ke tempat asal nenek moyang kita yaitu syurganya Allah Azza wa jalla. Tetapi untuk pulang kampung ke syurga tersebut tidaklah mudah, karena di dalam perjalanannya banyak sekali halangan dan rintangan yang dibuat oleh syetan untuk mencegah kita. Jadi, memilih jalan yang sesuai dan pas dengan diri kita serta kita merasa mampu untuk melakukannya adalah salah satu cara untuk meminimalisisir halangan dan rintangan yang dibuat oleh syetan tersebut.

Allah Ta’ala berfirman di dalam Al Qruan Surah Al Qashshash: 77 yang artinya:
Carilah apa yang telah Allah sediakan untukmu dari kehidupan akhirat, tetapi jangan kamu melupakan kehidupan duniamu.”

Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk mengejar akhirat tetapi jangan melupakan dunia tetapi yang terjadi saat ini dimasyarakat, tidak sedikit yang justru sebaliknya. Mereka berlomba-lomba mengejar dunia bahkan kadang melupakan akhiratnya. Semoga Allah menjauhkan kita dari sifat tersebut.

Sebuah nasehat emas dari Al Imam Ibnu Qoyyim Al Jauziyah:
“Dunia ini ibarat baying-bayang, jika dikejar engkau tidak akan dapat menangkapnya, palingkanlah tubuhmu darinya, dan dia tak punya pilihan lain selain mengikutimu”.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa yang tujuannya akhirat, obsesinya akhirat, cita-citanya akhirat, maka dia akan mendapatkan tiga perkara: pertama, Allah menjadikan kecukupan di hatinya; kedua, Allah mengumpulkan urusannya; ketiga, dunia datang kepada dia dalam keadaan dunia itu hina.
Barang siapa yang tujuannya dunia, obsesinya dunia, cita-citanya dunia, maka dia akan mendapatkan tiga perkara: pertama, Allah menjadikan kemelaratan ada di depan matanya; kedua, Allah mencerai beraikan urusannya; ketiga, dunia tidak datang kecuali yang ditakdirkan untuk dia saja.” (HR. At- Tirmidzi dan lain-lain, Hadis shahih).

Maka, berangkat dari perintah Allah Ta’ala, sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan nasehat emas dari Al Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah, saya memilih beberapa jalan yang Insya Allah bisa saya tempuh dan berkecimpung di dalamnya. Adapun jalan-jalan tersebut adalah:

Pertama, saya ingin menjadi guru ngaji. Jika tidak bisa mengajar ngaji anak-anak atau masyarakat di sekitar tempat tinggaku, minimal menjadi guru ngaji untuk anak-anakku kelak. (hehe.)

Kedua, saya ingin menghafal Al Qur’an. Untuk menghafal Al Qur’an tentunya butuh keseriusan yang ekstra, oleh karena itu saya menjadikannya sebagai pekerjaan seumur hidup. Jika tidak bisa menghafal 30 juz minimal juz 30 lah beserta arti dan maknanya. Biar adalah yang bisa dicerita untuk memotivasi anak-anak dalam menghafal atau bisa jadi tempat muraja’ah mereka kelak.

Ketiga, saya ingin menghafal hadits. Kayaknya ini agak sulit tapi bukan sesuatu yang mustahil, kalau nda bisa menghafal kitab shahih bukhari, kitab shahih at tarmidzi, shahih muslin, minimallah bisa mengafal kitab hadits Arbain An Nawawi, atau kalau tidak bisa dihafal setidaknya sering dibacalah.

Keempat, saya ingin membuat lembaga sosial. Ini mungkin tidak terlalu sulit, kalau misalnya lembaganya belum bisa dibuat setidaknya bisa dimulai dengan membuat kegiatan-kegiatan sosial dari hal-hal yang kecil hingga yang besar kayaknya tidak sulit. Misal, melatih diri untuk bersedekah biar sedikit asal rutin, membeli buku yang kecil-kecil terus dibagikan ke jama’ah masjid, membeli kurma terus dibagikan ke tetangga dan lain-lain, mengajak teman bersedekah untuk membantu panti asuhan, dan masih banyak lagi.

Dan terakhir yang kelima adalah saya ingin menjadi apoteker yang baik. Kalau untuk profesi yang satu ini kayaknya butuh pembahasan sendiri saking panjangnya, soalnya kalau saya bahas ditulisan ini kayakanya bakalan kepanjangan dan bisa jadi membosankan. Hehe.

Cita-citaku bukan cita-cita kita,

Ini adalah cita-citaku, sedikit tentang curahan hatiku, akankah dia akan menjadi cita-cita kita kelak? Biarlah waktu yang akan menjawabnya.

Sebagai penutup dan juga sebagai nasehat bagi diri,

“Yakinlah bahwa Allah Ta’ala memilihmu untuk menjadi apa yang engkau jalani saat ini pasti ada hikmahnya”. Oleh karena itu lakukanlah apa yang Allah inginkan untuk kamu lakukan bukan sebaliknya.

Sekian dan terimakasih,
Saya Abu Harits Al Buthony.
Makassar, Podokan Unhas.
25 November 2015.

Senin, 22 Juni 2015

Bulan Ramadhan adalah momen mensucikan jiwa

Kultum: Bulan Ramadhan adalah momen mensucikan jiwa

Masjid Ali Hizaam, 1 Ramadhan 1436 H
Kultum ba’da subuh

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh,
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush shalihaat,
Asyhadualla ilaaha illallah, wa asyhadu anna muhammadarrasulullah,
Allahumma shalli ala Muhammad, wa ala ali Muhammad, wa ashabihi wamantabiahu bi ihsani illa yaumiddin. Amma ba’ad.
Jama’ah rahimakumullah,
Segala puji hanya milik Allah Azza wa jalla, atas segala nikmat yang diberikan kepada kita, diantaranya adalah nikmat kesempatan untuk bertemu dengan bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah, bulan yang lebih baik dari 1000 bulan. Oleh karena itu, mari kita manfaatkan momen Ramadhan ini untuk meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Ta’ala dengan memperbanyak ibadah diantaranya membaca Al-Qur’an, sholat sunnah, bersedekah, dan lain sebagainya.
Jama’ah rahimakumullah,
Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya ingin mengangkat sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad Rahimallah dalam musnadnya dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, kecuali Allah menurunkan pula penawarnya (obatnya), diketahui oleh yang mengetahuinya dan tidak diketahui oleh orang yang tidak mengetahuinya.”
Dari hadits tersebut menunjukkan kepada kita bahwa segala penyakit yang Allah turunkan ke muka bumi ini, apa pun itu? Pasti Allah Ta’ala telah menurunkan pula penawarnya (obatnya). Sebagai kaum muslimin, kita wajib meyakini hal tersebut.
Para ulama kemudian membagi penyakit di sini dalam 2 bagian, yaitu:
#Pertama, penyakit yang menyerang ruh (batin) atau kita kenal dengan nama penyakit qolbu (hati)
#kedua, penyakit yang menyerang badan atau tubuh manusia.
Adapun penyakit yang menyerang qolbu ini ada dua sumbernya, yaitu:
# Penyakit yang bersumber dari hawa nafsu dan
# Penyakit yang bersumber dari subhat (keragu-raguan)
Untuk mengobati penyakit yang menyerang qolbu ini, tidak ada cara lain selain kembali kepada Al-Qur’an, Sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan nasehat-nasehat dari para ulama, ustad, yang menyandarkan diri kepada Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Alhamdulillah buku-buku, ceramah-ceramah, kajian-kajian, artikel-artikel yang membahas tentang cara menyembuhkan penyakit Qolbu ini telah banyak beredar di tengah-tengah kita, yang kita butuhkan tinggal kemauan dan tekad yang kuat untuk mencarinya dan menerapkannya dalam kehidupan keseharian kita.
“Ini adalah permasalahan utamanya, kurangnya kemauan dalam diri kita untuk mencari obat atau penawar tersebut.”
Di bulan Ramadhan ini, adalah momen yang pas bagi kita untuk mengobati penyakit-penyakit yang menyerang Qolbu tersebut. kenapa?
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim yang berbunyi:
“Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan pun dibelenggu.”
Hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya yang kita hadapi di bulan ramadhan ini murni hawa nafsu yang bersumber dari dalam diri kita tanpa campur tangan dari syetan laknatullah. Oleh karena itu, seharusnya di bulan yang penuh berkah ini, kita lebih mudah untuk mengobati penyakit-penyakit Qolbu tersebut dibandingkan dengan di bulan-bulan lainnya dimana syetan bebas mengganggu manusia dan mempengaruhinya kejalan yang tidak di ridhoi oleh Allah Ta’ala.
Jama’ah rahimakumullah,
Mari kita memanfaatkan momen Ramadhan ini untuk membersihkan jiwa-jiwa kita, mensucikan hati-hati kita dari penyakit-penyakit Qolbu baik yang bersumber dari hawa nafsu maupun yang bersumber dari subhat (keragu-raguan).
Demikianlah apa yang dapat kami sampaikan,
Yang benar datangnya dari Allah Ta’ala dan yang salah datangnya dari kami pribadi.

Wassalamualaikum wa rahmatullah wa barakaatuh,
******
Catatan: Jadi rindu sama blogku tercinta ini, semoga kedepannya bisa kembali eksis menulis. Aamiin..!!! 

Minggu, 26 April 2015

Jangan Ucapkan Selamat Ulang Tahun Padaku

Tanggal 27 April adalah hari kelahiranku berdasarkan penanggalan Masehi. Tetapi saya lebih senang menggunakan penanggalan islam untuk menandai hari kelahiranku. Karena pada hakekatnya kita terlahir dalam keadaan Islam.

Alhamdulillah, pada bulan yang penuh berkah, bulan yang lebih baik dari seribu bulan, tepatnya pada tanggal 21 Ramadhan 1409 Hijriah, Allah Azza wa Jalla mengizinkanku untuk merasakan udara segar dunia, yang akan menjadi tempat persinggahan sementaraku untuk menyiapkan bekal kembali ke kampung halaman yang kekal selama-lamanya, surga Allah yang luasnya seluas langit bumi.

Saya menyadari bahwa, umurku di dunia ini hanya sementara. Umur umat Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam itu hanya sekitar 63 tahun (dihitung berdasarkan penanggalan Hijriah) dan cuma sedikit yang lebih dari itu. Dan Allah Azza wa Jalla telah menakdirkan, berapa lama kita berada di dunia ini. Kapan saja, kita bisa kembali kepadaNya, dimana saja dan dalam keadaan apa saja, malaikat maut siap untuk menjemput kita. Karena kematian itu bisa datang kapan saja. Oleh karena itu, setiap detik yang kita habiskan di dunia ini sangat berharga.

Allah Ta’ala telah mengingatkan kita, dalam Al-Qur’an sura Al Ashr yang artinya:

“Demi waktu. Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman, beramal saleh, saling nasehat-menasehati dalam kebenaran, dan saling nasehat-menasehati dalam kesabaran.”

Sesungguhnya setiap detik umur kita di dunia ini berkurang dan tidak ada yang tahu berapa jatah umur yang diberikan oleh Allah kepadanya. Oleh karena itu dengan bertambahnya usia seharusnya menjadi pengingat bahwa semakin dekatnya kita kepada perjumpaan dengan Allah Azza wa Jalla. Apakah, bekal kita sudah cukup untuk berjumpa dengan-Nya di surga, ataukan justru sebaliknya, kita akan tersunggku, terjatuh kedalam neraka Jahannam? (semoga Allah Ta’ala mengampuni dosa-dosa kita). Sehingga kurang pantas rasanya jika kita mengucapkan selamat ulang tahun dan merayakannya.

Oleh karena itu, Jangan Ucapkan Selamat Ulang Tahun Padaku.

*******

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah mengadakan perayaan ulang tahun selama hidupnya, tidak pernah memerintahkan pun tidak ada dari sahabat yang melakukannya. Demikian pula para Al-Khulafaur Rasyidun, para sahabat Nabi semuanya tidak pernah mengerjakan perbuatan itu, padahal mereka adalah manusia paling tahu terhadap sunnah-sunnah Nabi dan manusia yang paling disukai oleh Nabi serta paling gemar mengikuti setiap apa yang diajarkan oleh Nabi.

Jika perayaan ulang tahun disyari'atkan, tentu mereka melakukannya. Demikian para ulama terdahulu, para Imam yang utama seperti Imam Syafi'i, Malik, Abu Hanifah, dan Ahmad, tidak ada yang mengerjakannya, tidak pula memerintahkannya.

Persoalannya, Kapan hal tersebut mulai dilakukan kaum muslimin?
Jawabannya ketika orang-orang Barat menjajah negeri-negeri kaum muslimin.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin (rahimahllah) menjelaskan: “Panjang umur bagi seseorang tidak selalu berbuah baik, kecuali kalau dihabiskan dalam menggapai keridhaan Allah dan ketaatanNya. Sebaik-baik orang adalah orang yang panjang umurnya dan baik amalannya. Sementara orang yang paling buruk adalah manusia yang panjang umurnya dan buruk amalannya.

Karena itulah, sebagian ulama tidak menyukai do’a agar dikaruniakan umur panjang secara mutlak. Mereka kurang setuju dengan ungkapan: “Semoga Allah memanjangkan umurmu” kecuali dengan keterangan “Dalam ketaatanNya” atau “Dalam kebaikan” atau kalimat yang serupa. Alasannya umur panjang kadang kala tidak baik bagi yang bersangkutan, karena umur yang panjang jika disertai dengan amalan yang buruk “semoga Allah menjauhkan kita darinya” hanya akan membawa keburukan baginya, serta menambah siksaan dan malapetaka”.

Jika demikian, sikap yang Islami dalam menghadapi hari ulang tahun adalah:

Tidak mengadakan perayaan khusus, biasa-biasa saja dan berwibawa dalam menghindari perayaan semacam itu.

Dalam mensyukuri nikmat Allah berupa kesehatan, kehidupan, usia yang panjang, sepatutnya dilakukan setiap saat bukan setiap tahun. Dan tidak perlu dilakukan dengan ritual atau acara khusus, Allah Maha Mengetahui yang nampak dan yang tersembunyi di dalam dada.

Demikian juga refleksi diri, mengoreksi apa yang kurang dan apa yang perlu ditingkatkan dari diri kita selayaknya menjadi renungan harian setiap muslim, bukan renungan tahunan.

Wallahu’alam.
Semoga bermanfaat.

Sabtu, 28 Maret 2015

Setiap Penyakit Ada Obatnya

Bismillahhirrahmaanirrahim,

Pembaca sekalian, pengunjung setia blogku yang tercinta ini, semoga Allah Azza wa Jalla senantiasa memberikan kesehatan kepada kita semua dan kita senantiasa istiqomah di atas hidayah Allah Jalla Jalaluh.
Allahumma shalli Ala Muhammad, wa ala allihi Muhammad.

Pada tulisan kali ini dan Insya Allah beberapa tulisan berikutnya, saya akan mengangkat topik tentang kesehatan. Kesehatan jasmani dan rohani merupakan perkara yang sangat penting, karena hal tersebut berhubungan erat dengan kekhusuan kita dalam beribadah kepada Allah Rabbul Izzati wal Jalalah. Tubuh yang sehat dan hati yang bersih dari dosa akan menambah kenikmatan dan kelezatan mencintai Allah Ta’ala pemilik Alam semesta. Oleh karena itu sebagai seorang muslim, kita dituntut untuk sebisa mungkin menjaga kesehatan tubuh dan menjauhkannya dari hal-hal yang dapat mendatangkan penyakit.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, nabi kita tercinta telah mencontohkan banyak hal yang dapat kita lakukan untuk menjaga kesehatan tubuh dan kebersihan hati kita. Di antaranya telah saya jabarkan secara singkat pada tulisan-tulisan sebelumnya yang berjudul makan dan minum sebagai pokok pengobatan dan nasehat-nasehat pengobat islam dalam menjaga kesehatan serta beberapa tulisan lainnya. Dan untuk tulisan saya kali ini berjudul “Setiap Penyakit Ada Obatnya”.  

Setiap penyakit ada obatnya.

Bagi anda yang masih ragu akan pernyataan tersebut, bacalah tulisan ini sampai selesai, semoga Allah Ta’ala membuka pintu hati dan pikiran kita dan menjauhkannya dari belenggu syetan laknatullah.

Telah disebutkan di dalam Shahih Al-Bukhary, dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda:

“Allah tidak menurunkan penyakit melainkan juga menurunkan penawar baginya.”

Hal tersebut menunjukkan bahwa Allah Azza wa Jalla, ketika menurunkan penyakit ke muka bumi, maka Allah juga akan menurunkan penawar bersamanya atau obatnya. Jadi penyakit dan obatnya itu turun secara bersamaan. Dan penyakit yang dimaksud di sini bukan hanya penyakit yang menyerang tubuh saja, tetapi juga penyakit yang menyerang Qolbu atau kita kenal dengan istilah penyakit hati.

Untuk mengobati penyakit Qolbu, maka satu-satunya jalan adalah dengan kembali kepada Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam karena perkara Qolbu sangat berkaitan erat dengan keimanan dan ketaatan kepada Allah Ta’ala dan Rasulnya. Mengobati penyakit Qolbu ini adalah perkara yang sangat penting dan utama dibandingkan dengan mengobati penyakit badan.

Kenapa? Karena seseorang yang terdapat penyakit di Qolbunya dan dia tidak berusaha untuk menyembuhkannya, maka ketika ajal menjemput, dikhawatirkan Allah Azza wa Jalla akan menjerumuskannya ke dalam Neraka Jahannam. Wa naudzubillah.

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah mencontohkan kepada kita umatnya perihal cara-cara untuk mengobati penyakit Qolbu ini. Dan ulama-ulama, ustadz-ustadz kita telah banyak menuliskan buku-buku yang membahas tentang perkara tersebut. Selain itu, ceramah-ceramah dalam bentuk video, mp3, dan artikel-artikel telah tersebar luas di media massa. Kita tinggal menumbuhkan keinginan dan kemauan dari dalam diri kita untuk membaca dan mempelajarinya. Semoga Allah Azza wa Jalla, memudahkan langkah kita untuk melakukannya.

Jadi, penyakit Qolbu dapat disembuhkan dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah Ta’ala atau dengan bertaqwa kepada Allah Ta’ala sesuai dengan sunnah/ajaran Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Dengan demikian, kesembuhan yang kita dapatkan bukan hanya bermanfaat di dunia tetapi akan mengantarkan kita kepada Surga Allah yang luasnya seluas langit dan bumi.

Kemudian, “Bagaimana dengan penyakit yang menyerang tubuh?”

Secara prinsip, cara untuk mengobati penyakit yang menyerang tubuh sama dengan cara untuk mengobati penyakit yang menyerang Qolbu. Untuk mengobati penyakit tubuh yang kita derita, caranya adalah dengan mengikuti perintah atau instruksi dari pengobat dan menjauhi larangan atau pantangan yang disampaikan. Jika kita melanggar, maka pengobatan yang kita lakukan akan sia-sia, bahkan dapat berakibat fatal berupa kematian.

Sebagai contoh, seseorang yang menderita penyakit gout atau kelebihan asam urat, maka salah satu obat yang diberikan adalah obat analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri yang ditimbulkan dan penderita dianjurkan untuk menghindari makanan, minuman dan hal-hal yang dapat memicu peningkatan asam urat dalam tubuhnya. Jika pantangan atau larangan tersebut dilanggar atau tidak dipatuhi maka intervensi obat analgetik yang diberikan tidak akan berarti apa-apa karena rasa nyeri akan terus muncul.

Contoh yang lain adalah, seseorang yang menderita penyakit diabetes. Oleh pengobat diberikan obat anti diabetik oral (ADO) dengan aturan pakai 3 kali sehari, (1 butir untuk satu kali minum). Penderita juga dinasehati untuk diet karbohidrat dengan mengatur asupan karbohidrat dalam tubuh. Tetapi, karena ketidak patuhan penderita terhadap instruksi pengobat, obat ADO yang harusnya diminum 3 kali sehari 1 butir justru diminum 3 butir sekali minum dengan harapan glukosa daranya cepat menurun. Hal tersebut adalah sesuatu yang fatal, karena dapat menyebabkan hipoglikemia (penurunan kadar gluksa darah yang drastis) dan dapat berakibat shock diabetic (pingsan) yang jika tidak diberi asupan glukosa secara cepat dapat menyebabkan kematian.

Dengan demikian, kepatuhan mengikuti perintah dan menjauhi larangan /pantangan sangat penting untuk mencapai keberhasilan dalam proses terapi/pengobatan penyakit tubuh.

*******

Ada sebuah hadits yang cukup menarik terutama bagi seorang farmasis yang setiap harinya bergelut dengan dunia obat-obatan. Hadits ini seharusnya menjadi dasar yang kuat untuk mendorong farmasis muslim dalam mengembangkan keilmuannya dengan melakukan kajian-kajian dan penelitian-penelitian perihal obat-obatan.

Hadits ini diriwayatkan oleh Al Imam Ahmad dalam musnadnya, disebutkan dari hadits Usamah bin Syarik, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabada,

“Sesungguhnya Allah tidak menurunkan suatu penyakit melainkan juga menurunkan penawar baginya, yang diketahui orang yang memang mengetahuinya dan tidak diketahui orang yang memang tidak mengetahuinya.”

Dengan demikian, sebagai seorang muslim kita harus meyakini bahwa suatu penyakit itu pasti memiliki obat atau penawarnya. Dan obat atau penawarnya tersebut hanya diketahui oleh orang-orang tertentu yang Allah Ta’ala berikan pengetahuan kepadanya. Pengetahuan tentang obat-obatan adalah bidang keahlian seorang farmasis. Maka sudah sepatutnya kita berbangga diri, karena Allah Ta’ala melebihkan kita farmasis perihal pengetahuan tentang obat-obatan tersebut.

Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan kefarmasian adalah pekerjaan yang mulia karena berkaitan dengan kemaslahatan ummat. Sehingga mempelajari, menggali, mengkaji, meneliti, menemukan hal-hal baru tentang obat-obatan tersebut akan mendatangkan pahala jariyyah selama bermanfaat bagi ummat Islam. Pahala tersebut akan terus mengalir dan insya Allah akan mengantarkan kita ke syurga Allah Azza wa Jalla.

Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi seorang farmasis muslim untuk bermalas-malasan dalam mengembangkan pengetahuannya, mengajarkannya dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Sebab, kemajuan dunia obat-obatan, tanggungjawab terbesarnya terletak di pundak seorang farmasis. Jika farmasis tidak bisa menemukan obat baru, setidaknya seorang farmasis mampu memberikan pelayanan informasi obat (PIO) kepada masyarakat, memberikan konseling, edukasi kepada masyarakat terkait penggunaan obat yang baik dan benar. Sehingga kegagalan-kegagalan dalam terapi penyakit dapat terhindarkan.

Abu Harits Al-Buthony mengatakan: “Badan yang sehat akan berimplikasi pada ibadah yang kuat dan khusuk.”

Selain itu, melalui hadits yang mulian ini, kita juga dapat menarik beberapa faedah atau manfaat terkait pengobatan. Insya Allah pembahasan tentang faedah-faedah tersebut akan saya bahas pada tulisan berikutnya.

Sepertinya tulisan ini sudah cukup panjang, semoga pembaca sekalian tidak bosan dalam membacanya, dan semoga pembaca sekalian dapat mengambil manfaat darinya. Yang benar dari apa yang saya tuliskan datangnya dari Allah dan Rasulnya sedangkan yang salah datangnya dari saya pribadi. Oleh karena itu mohon dimaafkan.

Sekian dan terimakasih.

Diselesaikan di Makassar, 7 Rabbiul Akhir 1436 H di Pondokan Unhas.

Sabtu, 21 Maret 2015

#Pertanyaansorehari Edisi I



Bismillahirrahmaanirrahim,
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh,

Sekedar Pengantar…!!!

Pembaca sekalian,
Mengawali tulisan kali ini, saya ingin memanjatkan puji syukur kehadirat Allah subhanahu wata’ala atas semua limpahan rahmat dan nikmat-Nya hingga kita semua berada dalam keadaan sehat wal áfiat. Shalawat dan salam saya haturkan kepada Nabi Muhammad shallallahu a’laihi wasallam, keluarga, para sahabatnya dan orang-orang yang senantiasa istiqamah dalam mengikuti petunjuknya.

Pembaca sekalian yang dirahmati Allah,
Setelah beberapa minggu menulis perihal #Pertanyaansorehari di status facebook pribadi saya, timbul keinginan untuk mengumpulkannya dalam sebuah tulisan sehingga lebih mudah untuk dibaca kembali. Agar pembaca tidak bosan dalam membacanya, maka saya berencana untuk membuatnya dalam bentuk tulisan berseri. Jadi, tulisan seputar #Pertanyaansorehari, kedepannya akan terbit secara kontinyu dalam beberapa Edisi, tentunya tergantung mood dari penulisnya. Hehehe

Jika Allah mengizinkan, saya berencana menerbitkannya setiap bulan mengikuti penanggalan Islam tentunya dan pastinya.

Rabu, 11 Februari 2015

Nasehat Kesehatan dari Pakar Pengobatan Islam

Nasehat dari Al Harits bin Kaladah

Alharits bin kaladah adalah seorang tabib Arab yang hidup di masa Nabi Muhammad Shallallahi 'alaihi wasallam. Dia adalah seorang sahabat yang memiliki keahlian dalam hal pengobatan.

Ketika beliau, Al Harits bin Kaladah mengalami sakrataul, manusia berkumpul di sekelilingnya. Mereka berkata, "Perintahkanlah sesuatu kepada kami agar kami bisa melakukannya sepeninggalmu."

Dia menjawab, "Nikahilah wanita hanya yang muda saja, makanlah buah-buahan hanya yang telah matang, jangan berobat jika tubuh masih mampu menahan penyakit. Kalian harus membersihkan pencernaan setiap bulan (muntah dengan sengaja), karena hal itu bisa memperbaiki enzim, cepat menguraikan makanan, dan menumbuhkan daging. Jika salah seorang diantara kalian makan lalau ingin tidur, hendaknya menunggu satu jam setelah makan. Jika dia makan malam, hendaknya berjalan terlebih dahulu empat puluh langkah setelahnya."

*******

Rabu, 28 Januari 2015

Galen pernah ditanya, "Mengapa engkau tidak pernah sakit?"



Tulisan ini adalah lanjutan dari tulisan sebelumnya yang berjudul “Nasehat-nasehat pakar pengobat klasik”. Dr. Musthafa Murad dalam kitabnya Minhajul Mukmin (Pedoman hidup seorang mukmin) menuliskan beberapa hikmah menurut syar'i dan ilmu kedokteran perihal kesehatan. 

Hikmah-hikmah tersebut disampaikan oleh para pakar kesehatan dimasa lalu dintaranya adalah Cladius Galen atau kita kenal dengan nama Galen. Berikut sedikit tentang beliau:
Claudius Galen (200-129 SM)

“Dokter dan ahli farmasi bangsa Yunani. Karyanya dalam ilmu kedokteran dan obat-obatan yang berasal dari alam, formula dan sediaan farmasi yaitu Farmasi Galenik.

Memulai pambuatan obat-obatan dari tumbuh-tumbuhan dengan mencampur masing-masing bahan dikaitkan dengan farmasi Galenik yang formulanya adalah cream pendingin (Galen's Cerats). 

Telah meraih penghargaan untuk 500 bukunya tentang ilmu kedokteran-farmasi serta 250 buku lainnya tentang filsafat, hukum, maupun tata bahasa.”

Adapun nasehat-nasehat beliau sebagaimana yang ditulis oleh Dr. Musthafa Murad dalam kitabnya Minhajul Mukmin dalah sebagai berikut:

Galen pernah ditanya, "Mengapa engkau tidak pernah sakit?"