Minggu, 30 Januari 2011

Buku Itu Abadi

Teman !! Inilah sepenggal kisah nyata penuh inspirasi yang menggambarkan bahwa Buku itu abadi dan merupakan sumber ilmu yang istimewa dibandingkan dengan sumber-sumber ilmu lainnya seperti ceramah, talkshow, seminar, workshop, kaset ceramah, vcd kajian, internet, dan lain-lain.
Tahukah kamu peristiwa pengkodifkasian Al-Qur’an sang sumber ilmu itu?
Pada zaman Rasulullah saw., Al-Qur’an belumlah dibukukan seperti sekarang. Seperti yang sudah banyak kita ketahui bahwa bangsa Arab pada masa itu adalah bangsa yang masyarakatnya masih ummi (buta huruf), sehingga mereka mencerna Al-Qur’an dengan cara menghafalkannya. Tetapi selain itu Rasulullah saw juga menganjurkan agar menuliskannya di batu, kulit binatang, pelepah tamar (kurma) dan apa saja yang bias disusun dalam suatu surat. Rasul melarang menulis yang lain selain Al-Qur’an, untuk menjaga agar tidak terjadi campur aduk dengan Al-Hadits.
 
Pada zaman kekhalifahan Abu Bakar ash-Shiddiq terjadilah peperangan membasmi orang-orang murtad, orang-orang yang enggan membayar zakat dan orang-orang yang mengaku nabi. Di antara peperangan-peperangan itu yang terkenal disebut perang Yamamah.
Pada perang Yamamah inilah gugur 70 orang sahabat yang penghafal Al-Qur’an. Bahkan sebelum itu telah gugur pula 70 orang penghafal Qur’an yang lain, di masa Nabi pada suatu pertempuran di dekat sumur Ma’unah dekat kota Madinah.
Maka, Umar bin Khattab Khawatir gugurnya para penghafal Al-Qur’an ini akan mempengaruhi penjagaan kemurnian Al-Qur’an. Maka ia berkata pada Abu Bakar, “saya khawatir akan gugurnya para sahabat dalam peperangan-peperangan yang akan dating, sehingga saya merasa perlu mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an.”
Abu Bakar menolak dengan menjawab, “Mengapa aku harus melakukan sesuatu yang tidak di perbuat Rasulullah?”
Umar menegaskan, “Demi Allah ini adalah perbuatan baik!”
Dan beliau terus menerus memberikan argument tentang kebaikan mengumpulkan Al-Qur’an menjadi satu buku (kitab/mushaf). Maka Allah membukakan hati Abu Bakar untuk menerima pendapat Umar. Kemudian dipanggillah Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan Al-Qur’an. Zaid merasakan ini adalah sebuah pekerjaan yang sangat berat, sampai-sampai ia berkata, :
“Demi Allah! Ini adalah pekerjaan berat bagiku. Seandainya aku diperintahkan untuk memindahkan sebuah bukit, maka hal itu tidaklah lebih berat bagiku daripada mengumpulkan Al-Qur’an yang engkau perintahkan itu.”
Setelah itu terkumpullah mushaf Al-Qur’an, disimpan Abu Bakar hingga wafatnya, kemudian dibawa Umar bin Khattab hingga wafatnya dan dipindah ke rumah Hafshah putrid Umar istri Rasul hingga wafatnya dan kemudian dalam masa pemerintahan Usman bin Affan.
Pada masa Usman inilah Al-Qur’an mulai dibukukan, untuk menyatuhkan kaum muslimin dalam masalah ejaan Al-Qur’an, menyatukan tertib susunan surat sebagaimana diajarkan Rasul, menyatukan bacaan meski banyak ejaan yang pada saat Nabi masih ada terkadang diberi kelonggaran, tetapi kemudian disatukan dengan mushaf tersebut sehingga meminimalisir perbedaan.
Nah gimana ? mantap kan. Ndak kebayang kalau ndak ada buku, maka keabadian Al-Qur’an pun bisa diragukan. Dengan adanya buku sejarah bisa diketahui walau telah terbentang wwaktu ribuan bahkan ratusan ribu tahun.
Seperti kata Barbara Tuchman :
“Buku adalah pengusung peradaban. Tanpa buku, sejarah menjadi sunyi, sastra bisu, ilmu pengetahuan lumpuh, serta pikiran dan spekulasi mandeg.”
Sumber : Buku Remaja Gila Baca karya Izzatul Jannah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar