Rabu, 31 Desember 2014

Tahnik, Istilah Apakah Itu?



Salah satu amalan yang disyariatkan dalam islam untuk anak yang baru lahir adalah mengunyahkannya (tahnik) setelah terlahir. Namun, apa sebenarnya tahnik itu dan apa hikmahnya.

Tahnik artinya mengunyah kurma dan menggosokkannya ke bagian tenggorokan anak yang baru lahir. Hal itu dilakukan dengan menaruh sebagian kurma yang telah dikunyah di atas jari kemudian memasukkan jari tersebut ke dalam mulut bayi. Setelah itu, gerakkan jari ke kiri dan ke kanan dengan gerakan yang lembut, sehingga mulut bayi seluruhnya terkena kurma yang dikunyah tadi. Apabila tidak didapati kurma maka mentahnik bayi bisa dengan bahan yang lain yang rasanya manis sebagai bentuk meneladani Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam.


Al Imam Ibnu Hajar Al Asqalani rahimallah dalam kitabnya Fathul Baari menjelaskan bahwa Tahnik adalah mengunyah sesuatu dan meletakkannya di mulut bayi seraya menggosok-gosokkannya. Hal itu dilakukan terhadap bayi agar dia terlatih dan kuat untuk makan. Ketika men-tahnik dianjurkan untuk membuka mulut bayi agar dapat turun ke rongga perutnya. Adapun yang paling baik untuk tahnik adalah kurma kering (tamr). Jika tidak ada, boleh dengan kurma matang (ruthab). Jika kurma matang juga tidak ada, maka dengan sesuatu yang manis, 'madu lebih baik dari pada yang lain.'

Hikmah dari amalan tersebut adalah menguatkan syaraf-syaraf mulut dan tenggorokan dengan gerakan lidah dan dua tulang rahang bawah dengan jilatan, sehingga anak siap untuk menyusu dan meminum air susu secara alami. 

Adapun hadits-hadits yang dijadikan dalil oleh para fuqaha' dalam menetapkan sunnahnya mentahnik adalah sebagai berikut:

Pertama, Disebutkan dalam shahihain dari hadits Abi Burdah bahwa Abu Musa berkata, "Aku telah dikaruniai seorang anak. Kemudian aku membawanya kepada Nabi Shalallahi 'alaihi wa sallam, lalu beliau menamakannya Ibrahim dan menggosok-gosok langit mulutnya dengan sebuah kurma serta mendoakannya dengan keberkahan. Setelah itu, beliau menyerahkannya kembali kepadaku."

Kedua, Disebutkan dalam shahihain dari hadits Anas bin Malik radhialllau anhu berkata, "Diceritakan bahwa anak Abu Thalhah sakit, sedangkan Abu Thalhah keluar rumah. Kemudian anak itu meninggal. Ketika Abu Thalhah kembali pulang, ia bertanya, 'Bagaimanakah keadaan anakku?' Ummu Sulaim menjawab, 'Dia tenang seperti sedia kala.' Kemudian Ummu Sulaim menghidangkan makan malam untuknya dan makanlah dia. Setelah itu ia menggaulinya, Setelah selesai, Ummu SUlaim berkata, 'Kuburkanlah anakmu.'

Keesokan harinya, Abu Thalhah mendatangi Nabi dan memberitahukan tentang kejadian yang menimpanya. Nabi bersabda, "Apa tadi malam engkau telah berhubungan?' Ia menjawab,'Ya.' Nabi bersabda, 'Ya Allah, berikanlah berkah kepada mereka berdua.' Kemudian Ummu Sulaim melahirkan seorang anak. Maka Abu Thalhah berkata kepadaku, "Bawalah dia kepada Nabi.' Bersama anak tersebut, ia telah membawa beberapa butir kurma. Kemudian Nabi mengambilnya dan bertanya, 'Apakah ada sesuatu bersamanya?' Mereka berkata, 'Ya, buah kurma.' Kemudian Nabi mengambil buah kurma tersebut dan mengunyahkannya, lalu mengulumkan mulutnya ke dalam mulut anak itu. Kemudian menggosok-gosokkannya dan menamakannya 'Abdullah'.

Tata cara mentahnik:

Pertama, Ambil kurma satu butir atau lebih,

Kedua, Masukkan ke dalam mulut dan mengunyahnya sampai kurma tersebut menjadi hancur dan lembut,

Ketiga, Mengambil kurma lembut tersebut dengan jari dan kemudian masukkan jari tersebut ke dalam mulut bayi dan meletakkannya di langit-langit mulut bayi tersebut.

Siapa yang harusnya mentahnik bayi?

Sebagian ulama menyampaikan bahwa dianjurkan untuk mencari orang yang punya ketakwaan  dan kesholehan namun ini adalah pendapat yang tidak rajah, karena Al Hafidz Ibnu Hajar telah menyebutkan dalam kitab Fathul Baari bahwa kegiatan atau sikap para sahabat dahulu yang membawa anak-anaknya kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam rangka untuk mencari barokahnya Rasulullah yang mana Beliau Shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah mubarokah dalam hal ini. Ini hanya khusus untuk nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak diberikan kepada yang lainnya.

Alasan yang kedua kata beliau, karena para sahabat radiallahu anhuma tidak mengerjakan hal tersebut kepada selain Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat juga adalah orang yang paling paham dengan syariat sehingga wajib bagi kita meneladani mereka.

Alasan yang ketiga adalah karena membolehkan hal tersebut bisa jadi mengantar kepada kesyirikan.

Dengan demikian, pendapat yang rajah bahwa siapa saja boleh untuk mentahnik tidak harus orang yang sholeh atau orang yang bertakwa. Tetapi semua orang boleh mentahnik anaknya bila itu sudah masuk dalam kategori mengamalkan sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam.  

Pada usia berapa bayi jika ingin ditahnik?

Mentahnik bayi sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam yaitu ketika bayi baru lahir sebelum bayi tersebut menyusui sebagaimana yang dilakukan oleh para sahabat radiallahu anhuma, yaitu di usia 1 hari, 2 hari. Wallahu ‘alam.

Makassar, 10 Rabbiul Awal 1436 H

Sekian,
Semoga Bermanfaat.

Abu Harits Al-Buthony.

*********


Tidak ada komentar:

Posting Komentar