Salah
satu amalan yang disyariatkan dalam islam untuk anak yang baru lahir adalah
mengunyahkannya (tahnik) setelah terlahir. Namun, apa sebenarnya tahnik itu dan apa hikmahnya.
Tahnik
artinya mengunyah kurma dan menggosokkannya ke bagian tenggorokan anak yang
baru lahir. Hal itu dilakukan dengan menaruh sebagian kurma yang telah dikunyah
di atas jari kemudian memasukkan jari tersebut ke dalam mulut bayi. Setelah
itu, gerakkan jari ke kiri dan ke kanan dengan gerakan yang lembut, sehingga
mulut bayi seluruhnya terkena kurma yang dikunyah tadi. Apabila tidak didapati
kurma maka mentahnik bayi bisa dengan bahan yang lain yang rasanya manis
sebagai bentuk meneladani Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Al
Imam Ibnu Hajar Al Asqalani rahimallah dalam kitabnya Fathul Baari menjelaskan
bahwa Tahnik adalah mengunyah sesuatu dan meletakkannya di mulut bayi
seraya menggosok-gosokkannya. Hal itu dilakukan terhadap bayi agar dia terlatih
dan kuat untuk makan. Ketika men-tahnik
dianjurkan untuk membuka mulut bayi agar dapat turun ke rongga perutnya. Adapun
yang paling baik untuk tahnik adalah kurma kering (tamr). Jika
tidak ada, boleh dengan kurma matang (ruthab). Jika kurma
matang juga tidak ada, maka dengan sesuatu yang manis, 'madu lebih baik dari pada yang lain.'
Hikmah
dari amalan tersebut adalah menguatkan syaraf-syaraf mulut dan tenggorokan
dengan gerakan lidah dan dua tulang rahang bawah dengan jilatan, sehingga anak
siap untuk menyusu dan meminum air susu secara alami.
Adapun
hadits-hadits yang dijadikan dalil oleh para fuqaha' dalam menetapkan sunnahnya
mentahnik adalah sebagai berikut:
Pertama, Disebutkan
dalam shahihain dari hadits Abi Burdah bahwa Abu Musa berkata, "Aku telah
dikaruniai seorang anak. Kemudian aku membawanya kepada Nabi Shalallahi 'alaihi
wa sallam, lalu beliau menamakannya Ibrahim dan menggosok-gosok langit mulutnya
dengan sebuah kurma serta mendoakannya dengan keberkahan. Setelah itu, beliau
menyerahkannya kembali kepadaku."
Kedua, Disebutkan
dalam shahihain dari hadits Anas bin Malik radhialllau anhu berkata,
"Diceritakan bahwa anak Abu Thalhah sakit, sedangkan Abu Thalhah keluar
rumah. Kemudian anak itu meninggal. Ketika Abu Thalhah kembali pulang, ia
bertanya, 'Bagaimanakah keadaan anakku?' Ummu Sulaim menjawab, 'Dia tenang
seperti sedia kala.' Kemudian Ummu Sulaim menghidangkan makan malam untuknya
dan makanlah dia. Setelah itu ia menggaulinya, Setelah selesai, Ummu SUlaim
berkata, 'Kuburkanlah anakmu.'
Keesokan
harinya, Abu Thalhah mendatangi Nabi dan memberitahukan tentang kejadian yang
menimpanya. Nabi bersabda, "Apa tadi malam engkau telah berhubungan?' Ia
menjawab,'Ya.' Nabi bersabda, 'Ya Allah, berikanlah berkah kepada mereka
berdua.' Kemudian Ummu Sulaim melahirkan seorang anak. Maka Abu Thalhah berkata
kepadaku, "Bawalah dia kepada Nabi.' Bersama anak tersebut, ia telah
membawa beberapa butir kurma. Kemudian Nabi mengambilnya dan bertanya, 'Apakah
ada sesuatu bersamanya?' Mereka berkata, 'Ya, buah kurma.' Kemudian Nabi
mengambil buah kurma tersebut dan mengunyahkannya, lalu mengulumkan mulutnya ke
dalam mulut anak itu. Kemudian menggosok-gosokkannya dan menamakannya
'Abdullah'.
Tata cara mentahnik:
Pertama,
Ambil kurma satu butir atau lebih,
Kedua, Masukkan ke dalam
mulut dan mengunyahnya sampai kurma tersebut menjadi hancur dan lembut,
Ketiga, Mengambil
kurma lembut tersebut dengan jari dan kemudian masukkan jari tersebut ke dalam
mulut bayi dan meletakkannya di langit-langit mulut bayi tersebut.
Siapa yang harusnya mentahnik bayi?
Sebagian
ulama menyampaikan bahwa dianjurkan untuk mencari orang yang punya
ketakwaan dan kesholehan namun ini
adalah pendapat yang tidak rajah, karena Al Hafidz Ibnu Hajar telah menyebutkan
dalam kitab Fathul Baari bahwa kegiatan atau sikap para sahabat dahulu yang
membawa anak-anaknya kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam rangka
untuk mencari barokahnya Rasulullah yang mana Beliau Shalallahu ‘alaihi wa
sallam adalah mubarokah dalam hal ini. Ini hanya khusus untuk nabi Shalallahu
‘alaihi wa sallam dan tidak diberikan kepada yang lainnya.
Alasan
yang kedua kata beliau, karena para sahabat radiallahu anhuma tidak mengerjakan
hal tersebut kepada selain Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat
juga adalah orang yang paling paham dengan syariat sehingga wajib bagi kita
meneladani mereka.
Alasan
yang ketiga adalah karena membolehkan hal tersebut bisa jadi mengantar kepada
kesyirikan.
Dengan
demikian, pendapat yang rajah bahwa siapa saja boleh untuk mentahnik tidak
harus orang yang sholeh atau orang yang bertakwa. Tetapi semua orang boleh
mentahnik anaknya bila itu sudah masuk dalam kategori mengamalkan sunnah
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Pada usia berapa bayi jika ingin
ditahnik?
Mentahnik
bayi sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam
yaitu ketika bayi baru lahir sebelum bayi tersebut menyusui sebagaimana yang
dilakukan oleh para sahabat radiallahu anhuma, yaitu di usia 1 hari, 2 hari.
Wallahu ‘alam.
Makassar, 10 Rabbiul
Awal 1436 H
Sekian,
Semoga Bermanfaat.
Abu Harits
Al-Buthony.
*********
Tidak ada komentar:
Posting Komentar