Minggu, 21 September 2014

Bidadariku di Dunia dan Akhirat





Ada sebuah kisah tentang seorang laki-laki ahli ibadah yang diperselisihkan namanya. Ada yang mengatakan bahwa dia adalah Hasan Al Bashri, ada yang mengatakan bahwa dia adalah Ad-Darani, dan ada juga yang mengatakan bahwa dia adalah seorang ahli ibadah yang tidak diketahui namanya. Dia sedikit sekali tidur malam.


Pada suatu malam, matanya tidak sanggup lagi menahan kantuknya, maka dia tertidur dan tidak melaksanakan shalat malam. Dalam tidurnya dia bermimpi melihat seorang gadis yang kecantikannya tidak dapat dilukiskan, seolah-olah wajahnya seperti bulan purnama. Gadis itu membawa lembaran dari kulit yang berisi tulisan, lalu dia berkata, “Wahai Syaikh, apakah engkau bisa membaca?” Aku menjawab, “Ya.” Gadis itu berkata, “Bacalah tulisan ini.”


Aku ambil tulisan itu dari tangannya lalu aku baca,


Kenikmatan tidur telah membuat engkau lupa dari kenikmatan hidup.

Bersama bidadari-bidadari di kamar-kamar surga.

Engkau akan hidup kekal selamanya, tidak ada kematian di sana.

Engkau merasakan nikmat di surga itu bersama bidadari-bidadari.

Oleh karena itu bangunlah dari tidurmu.

Karena kebaikan itu bisa engkau dapati dengan membaca Al-Qur’an saat shalat tahajud.


***********

 

Keindahan surga, kenikmatan hidup bersama bidadari-bidadari di kamar-kamar surga membuat rindu ini menjadi-jadi. Beribu-ribu tanya pun bermunculan, bak taburan bintang-bintang yang menemani rembulan di tengah malam. Kecantikannya tak dapat dilukiskan, sangat cantik, seolah-olah wajahnya seperti bulan purnama, pipinya kemerah-merahan, mengenakan pakaian sutra, berjalan melenggang di depan gadis-gadis lain (dayang-dayang) yang berhias, membuat Abdul Wahid bin Zaid bersumpah kepada dirinya sendiri untuk tidak meninggalkan shalat malam.


Akh, tanya itu masih menghujani kepalaku, membuat tubuhku basah, dan hatiku gelisah. Sanggupkah jiwa yang kotor ini untuk mendapatkannya? sementara lambungku selalu dekat dengan tempat tidurku. Entah apa yang akan dia katakan, masihkah dia sudi menungguku?


Pernah terlintas dipikiranku, Jika Allah menjanjikan bidadari yang cantik jelita di surgaNya, lantas bagaimana dengan bidadariku di dunia? Apakah dia juga akan menemaniku di surga? Ketika di dunia, menghabiskan hidup bersama, membangun cinta mengejar cinta sejati dari sang pemilik cinta, Allah Azza wa Jalla, detik demi detik penuh cinta hingga maut yang memisahkan. Apakah kebersamaan itu hanya terjalin di dunia saja? Dalam bimbang aku pun mencari jawaban atas tanya tersebut, dan ternyata, jawabannya adalah “TIDAK”. Jawaban tersebut membuat bunga yang layu menjadi mekar, mewangi, menyebarkan harum menghiasi seluruh relung hati, membangkitkan semangat yang sempat mati suri. Senyumanku tak bisa terhenti, ketika membaca sabda kekasih hati. Rasulullah Sahalallahi ‘alaihi wa salallam yang selalu di hati. 


Rasulullah Sahalallahi ‘alaihi wa salallam bersabda:


Istri itu untuk suaminya yang terakhir.” (HR. al-Baihaqi: 7/70, Thabrani, Abu Ya’la, dll.)

Hudzaifah Radiallahu anhu berkata kepada istrinya:


Jika engkau berkeinginan menjadi istriku di surga, maka janganlah menikah setelah (kematian)ku, dikarenakan seorang wanita di surga untuk suami-suaminya yang terakhir di dunia, oleh karena itulah Allah mengharamkan isteri-istri Nabi untuk menikah setelah beliau, dikarenakan mereka adalah istri-istri beliau di surga.” (Silsilah as-Shahiha, 3.275).


Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Saya bertanya, “Wahai Rasulullah, manakah yang lebih utama, wanita dunia ataukah bidadari yang bermata jeli?


Beliau shallallahu’‘alaihi wa sallam menjawab, “Wanita-wanita dunia lebih utama daripada bidadari-bidadari yang bermata jeli, seperti kelebihan apa yang tampak daripada apa yang tidak tampak.”


Saya bertanya, “Karena apa wanita dunia lebih utama daripada mereka?


Beliau menjawab, “Karena shalat mereka, puasa dan ibadah mereka kepada Allah. Allah meletakkan cahaya di wajah mereka, tubuh mereka adalah kain sutra, kulitnya putih bersih, pakaiannya berwarna hijau, perhiasannya kekuning-kuningan, sanggulnya mutiara dan sisirnya terbuat dari emas. Mereka berkata, ‘Kami hidup abadi dan tidak mati, kami lemah lembut dan tidak jahat sama sekali, kami selalu mendampingi dan tidak beranjak sama sekali, kami ridha dan tidak pernah bersungut-sungut sama sekali. Berbahagialah orang yang memiliki kami dan kami memilikinya.’.” (HR. Ath Thabrani)


Ya, bidadari di dunia memang berbeda dengan bidadari di surga, tetapi bidadari di dunia lebih utama dan akan menjadi pemimpin dari bidadari-bidadari di surga. Dan bidadari dunia adalah wanita yang menjadi penyempurna iman seorang lelaki, wanita yang cintanya sangatlah besar, dan setia mendampinginya dalam keataatan kepada Illahi Rabbi, sampai mati.


Siapakah gerangan wanita yang akan menjadi penyempurna iman ini? Sungguh takdir Ilahi adalah misteri. Kita hanya bisa meyakini dan terus memperbaiki diri. Seraya berdoa kepada Illahi Rabbi, agar diberikan yang terbaik bagi diri.


Yang pasti Allah telah berjanji dalan Al-Qur’an yang suci, bahwa lelaki yang baik untuk wanita yang baik pula. Jadi jangan berkecil hati, terus perbaiki diri.


Untukmu bidadariku yang entah berada dimana kini, jika kelak kau membaca tulisan ini, kan kuyakinkan padamu bahwa, “aku akan berusaha sepenuh hati dan sekuat diri untuk menjadikanmu bidadariku di dunia dan di surga Illahi Rabbi”.


Bersabarlah, jadilah wanita sholeha yang dicintai Illahi Rabbi. Jika Allah mengizinkan aku kan segera datang menjemputmu tuk mengajukan satu pertanyaan,


Maukah dikau menjadi bidadariku di dunia dan akhirat?


Saya,
Madanosin.

2 komentar: