Sabtu, 07 Juni 2014

Sahabat, Saya Memutuskan Untuk Netral


Saya memilih untuk netral dan akan mendukung siapa pun yang ditakdirkan oleh Allah Ta’ala terpilih menjadi pemimpin Indonesia kedepannya. Itu sudah menjadi keputusanku. Saya menjawab kekhawatiranku perihal agama ini akan goyah karena terpilihnya pemimpin yang katanya mudharatnya lebih banyak dengan keyakinan bahwa Allah Ta’ala akan menjaga agama ini walaupun kita dalam keadaan lemah. Dan itu adalah janji Allah Ta’ala.

Saya pastikan bahwa saya tidak akan menjadi penentang pemerintah atau sebut saja oposisi selama pemerintah tidak menyuruhku untuk menentang perintah Allah Ta’ala dan Rasulnya. Penjara, Jihad, Syahid dan Syurga Allah Ta’ala lebih saya cintai daripada harus mendapat murka Allah Ta’ala ke Neraka Jahannam karena menentang perintahNya. 



Sungguh saya hanya manusia biasa yang tidak punya apa-apa karena jiwa dan ragaku adalah milik Allah Ta’ala semata. Hidup dan matiku ada ditangan Allah Ta’ala. Jika Allah Ta’ala berkehendak, apa pun bisa terjadi. Allah Ta’ala hanya mengatakan “Jadi maka Jadilah”. 


Saya bukanlah siapa-siapa dibandingkan para akademisi, para politikus, atau siapa sajalah mereka yang mengejar jabatan untuk melakukan perubahan katanya. Seperti itulah janji-janji mereka dihadapan kita rakyat biasa, walaupun tidak sedikit dari mereka yang terbuai dengan kekuasaan tersebut. Mereka terlena sehingga kekuasaan tersebut disalah gunakan dan dengan bantuan setan malah merubah dirinya ke arah yang dicela oleh Allah Ta’ala. Naudzubillah.


Sahabat, keputusan ini adalah hasil perenunganku setelah mengamati dan mengikuti dengan seksama perkembangan politik saat ini. Saya pernah mendengar ucapan bahwa jika si A yang kredibel dalam agama saja memutuskan untuk memilih apalah lagi kita yang awam tentang agama ini. Sahabt, terus terang saya memikirkan ucapan tersebut dengan serius dan berhati-hati. Saya sadar akan kebutaanku perihal ajaran agama ini. Oleh karena itu saya akan terus belajar, terus menimbah ilmu dan berharap Allah Ta’ala memberikan petunjukknya sehingga saya tidak salah dalam melangkah karena kebutaanku tersebut. Dalam proses pencarianku tersebut saya kemudian tidak sengaja membaca beberapa perkataan dari para ulama besar yang tersohor terkait dengan perkara ijtihad mereka, diantaranya yaitu: 


Imam Abu Hanifah Rahimahullah berkata:


"Kalau saya mengemukakan suatu pendapat yang bertentangan dengan Al-Qur'an dan Hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, tinggalkanlah pendapatku itu".


Imam Malik Bin Anas Rahimahullah berkata:


"Saya hanyalah seorang manusia, terkadang salah, terkadang benar. Oleh karena itu, telitilah pendapatku. Bila sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah, ambillah; dan bila tidak sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah, tinggalkanlah".


Imam Syafi'i Rahimaullah berkata:


"Setiap orang harus bermadzhab kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan mengikutinya. Apa pun pendapat yang aku katakan atau sesuatu yang aku katakan itu berasal dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tetapi ternyata berlawanan dengan pendapatku, apa yang disabdakan oleh Rasulullah itulah yang menjadi pendapatku"


Imam Ahmad Bin Hanbal Rahimahullah berkata:


"Janganlah engkau taqlid kepadaku atau kepada Malik, Sayfi'i, Auza'i dan Tsauri, tetapi ambillah dari sumber mereka mengambil. Pada riwayat lain disebutkan : "Janganlah kamu taqlid kepada siapapun mereka dalam urusan agamamu. Apa yang datang dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya, itulah hendaknya yang kamu ambil. Adapun tentang tabi'in, setiap orang boleh memilihnya (menolak atau menerima)" Kali lain dia berkata : "Yang dinamakan ittiba' yaitu mengikuti apa yang datang dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya, sedangkan yang datang dari para tabi'in boleh dipilih".

*******




Sesungguhnya setiap kita akan bertanggungjawab atas apa yang kita lakukan. Saya hanya bisa berdoa kepada Allah Ta’ala agar apa yang saya putuskan ini tidak membuat Allah murka kepadaku. Jika Rasulullah menyuruh kita memilih pemimpin sebagaimana pemimpin saat ini menyuruh kita untuk memilih penggantinya, maka saya pasti akan mendapatkan dosa yang sangat besar karena tidak menaatinya. Sekali lagi saya meyakini bahwa Allah Ta’ala akan menjaga agama kita ini walau saat itu kita berada dalam keadaan lemah. 


Jangan khawatir, saya tidak akan menuntut pemerintah terpilih nanti untuk melakukan sesuatu yang saya kehendaki. Saya akan menaatinya selama pemerintah tidak menyuruhku untuk menentang Allah Ta’ala dan Rasulnya. Jika hal tersebut harus terjadi, maka sekali lagi penjara, syahid, dan surga Allah Ta’ala lebih aku cintai. Karena Allah Ta’ala lebih aku takuti daripada pemerintah dan selainnya. Allah lebih aku cintai daripada dunia dan isinya. Semoga Allah Ta’ala senantiasa menjadikan hati-hati kita istiqamah untuk mencintai Allah Ta’ala disetiap hembusan nafas kita. 


Sekali lagi saya tidak akan menuntut pemerintah untuk melakukan apa yang kuinginkan, karena saya bukanlah siapa-siapa bagi mereka. Tetapi saya akan selalu melakukan yang terbaik bagi bangsa ini, bagi umat ini khususnya. Allah berfirman “Tidak ada yang dapat merubah nasib suatu kaum selain kaum itu sendiri”. Saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk merubah diri menjadi lebih baik dan berdoa kepada Allah Ta’ala agar bangsa ini mendapat rahmat dan hidayah dariNya. Aamiin.


Sahabat jangan khawatirkan diriku atas keputusan yang kuambil ini. Saya sudah ridho untuk mempertanggungjawabkannya di akhirat kelak. Sahabat janganlah kau mendebatku atas keputusanku ini karena keputusanku ini sudah purna. Saya sudah siap untuk mempertanggungjawabkannya. Saya siap menerima konsekuensinya. 


Mari kita jaga silaturahmi diantara kita dengan saling menjaga satu sama lain. Sesungguhnya persaudaraan kita lebih berharga daripada permusuhan kita karena perbedaan pandangan akan sesuatu yang tidak secara langsung mempertemukan atau menyatukan kita menjadi sahabat. Ingat, kita disatukan oleh islam, bukan oleh ijtihad tentang pemilu. Ikatan pemilu berlaku untuk setiap manusia dalam sebuah Negara yang menerapkannya tetapi itu hanya di dunia saja. tetapi ikatan persaudaraan karena islam insya Allah akan menyatukan kita hingga disurga kelak.


Bagaimanapun juga (sebagaimana perkataan penyair):


Engkau menghendaki seorang teman yang tidak ada aibnya, Maka dapatkan kayu gaharu mengeluarkan wangi tanpa asap..?


Dan sungguh indah ucapan Syaikh Al-Albani rahimahullah :


“Khilaf yang terjadi di antara kita adalah khilaf yang menggabungkan dan tidak mencerai-beraikan, berbeda dengan khilafnya orang lain”


Setiap orang boleh mengucapkan pendapatnya, tidak ada halangan, selama masih dalam batasan penuh adab, tanpa celaan, cercaan dan seterusnya.


Dan bagi masing-masing ada kiblatnya yang dia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kalian (dalam) kebaikan” [Al-Baqarah : 148]


Sahabat aku rasa engkau tidak lupa dengan jihadnya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu baik dari sisi ilmu, aqidah, manhaj di berbagai negeri semisal Mesir atau Syam. Beliau pernah berkata dari awal hingga akhir (hidup beliau):

“Aku adalah manusia agama bukan manusia negara”.



Sahabat, saya berharap engkau bisa memahami keputusanku ini.


Dari sahabatmu.

Abu_laosar.
******* 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar