Saya memilih untuk netral dan akan
mendukung siapa pun yang ditakdirkan oleh Allah Ta’ala terpilih menjadi
pemimpin Indonesia kedepannya. Itu sudah menjadi keputusanku. Saya menjawab
kekhawatiranku perihal agama ini akan goyah karena terpilihnya pemimpin yang
katanya mudharatnya lebih banyak dengan keyakinan bahwa Allah Ta’ala akan
menjaga agama ini walaupun kita dalam keadaan lemah. Dan itu adalah janji Allah
Ta’ala.
Saya pastikan bahwa saya tidak akan
menjadi penentang pemerintah atau sebut saja oposisi selama pemerintah tidak
menyuruhku untuk menentang perintah Allah Ta’ala dan Rasulnya. Penjara, Jihad,
Syahid dan Syurga Allah Ta’ala lebih saya cintai daripada harus mendapat murka
Allah Ta’ala ke Neraka Jahannam karena menentang perintahNya.
Sungguh saya hanya manusia biasa yang
tidak punya apa-apa karena jiwa dan ragaku adalah milik Allah Ta’ala semata. Hidup
dan matiku ada ditangan Allah Ta’ala. Jika Allah Ta’ala berkehendak, apa pun
bisa terjadi. Allah Ta’ala hanya mengatakan “Jadi maka Jadilah”.
Saya bukanlah siapa-siapa dibandingkan
para akademisi, para politikus, atau siapa sajalah mereka yang mengejar jabatan
untuk melakukan perubahan katanya. Seperti itulah janji-janji mereka dihadapan
kita rakyat biasa, walaupun tidak sedikit dari mereka yang terbuai dengan
kekuasaan tersebut. Mereka terlena sehingga kekuasaan tersebut disalah gunakan
dan dengan bantuan setan malah merubah dirinya ke arah yang dicela oleh Allah
Ta’ala. Naudzubillah.
Sahabat, keputusan ini adalah hasil
perenunganku setelah mengamati dan mengikuti dengan seksama perkembangan
politik saat ini. Saya pernah mendengar ucapan bahwa jika si A yang kredibel
dalam agama saja memutuskan untuk memilih apalah lagi kita yang awam tentang
agama ini. Sahabt, terus terang saya memikirkan ucapan tersebut dengan serius
dan berhati-hati. Saya sadar akan kebutaanku perihal ajaran agama ini. Oleh
karena itu saya akan terus belajar, terus menimbah ilmu dan berharap Allah
Ta’ala memberikan petunjukknya sehingga saya tidak salah dalam melangkah karena
kebutaanku tersebut. Dalam proses pencarianku tersebut saya kemudian tidak
sengaja membaca beberapa perkataan dari para ulama besar yang tersohor terkait
dengan perkara ijtihad mereka, diantaranya yaitu:
Imam Abu Hanifah Rahimahullah berkata:
"Kalau saya mengemukakan suatu
pendapat yang bertentangan dengan Al-Qur'an dan Hadits Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam, tinggalkanlah pendapatku itu".
Imam Malik Bin Anas Rahimahullah
berkata:
"Saya hanyalah seorang manusia,
terkadang salah, terkadang benar. Oleh karena itu, telitilah pendapatku. Bila
sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah, ambillah; dan bila tidak sesuai dengan
Al-Qur'an dan Sunnah, tinggalkanlah".
Imam Syafi'i Rahimaullah berkata:
"Setiap orang harus bermadzhab
kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan mengikutinya. Apa pun
pendapat yang aku katakan atau sesuatu yang aku katakan itu berasal dari
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tetapi ternyata berlawanan dengan
pendapatku, apa yang disabdakan oleh Rasulullah itulah yang menjadi
pendapatku"
Imam Ahmad Bin Hanbal Rahimahullah berkata:
"Janganlah engkau taqlid kepadaku
atau kepada Malik, Sayfi'i, Auza'i dan Tsauri, tetapi ambillah dari sumber
mereka mengambil. Pada riwayat lain disebutkan : "Janganlah kamu taqlid
kepada siapapun mereka dalam urusan agamamu. Apa yang datang dari Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya, itulah hendaknya yang kamu
ambil. Adapun tentang tabi'in, setiap orang boleh memilihnya (menolak atau
menerima)" Kali lain dia berkata : "Yang dinamakan ittiba' yaitu
mengikuti apa yang datang dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para
sahabatnya, sedangkan yang datang dari para tabi'in boleh dipilih".
*******
Sesungguhnya setiap kita akan
bertanggungjawab atas apa yang kita lakukan. Saya hanya bisa berdoa kepada
Allah Ta’ala agar apa yang saya putuskan ini tidak membuat Allah murka
kepadaku. Jika Rasulullah menyuruh kita memilih pemimpin sebagaimana pemimpin
saat ini menyuruh kita untuk memilih penggantinya, maka saya pasti akan
mendapatkan dosa yang sangat besar karena tidak menaatinya. Sekali lagi saya
meyakini bahwa Allah Ta’ala akan menjaga agama kita ini walau saat itu kita
berada dalam keadaan lemah.
Jangan khawatir, saya tidak akan
menuntut pemerintah terpilih nanti untuk melakukan sesuatu yang saya kehendaki.
Saya akan menaatinya selama pemerintah tidak menyuruhku untuk menentang Allah
Ta’ala dan Rasulnya. Jika hal tersebut harus terjadi, maka sekali lagi penjara,
syahid, dan surga Allah Ta’ala lebih aku cintai. Karena Allah Ta’ala lebih aku
takuti daripada pemerintah dan selainnya. Allah lebih aku cintai daripada dunia
dan isinya. Semoga Allah Ta’ala senantiasa menjadikan hati-hati kita istiqamah
untuk mencintai Allah Ta’ala disetiap hembusan nafas kita.
Sekali lagi saya tidak akan menuntut
pemerintah untuk melakukan apa yang kuinginkan, karena saya bukanlah
siapa-siapa bagi mereka. Tetapi saya akan selalu melakukan yang terbaik bagi
bangsa ini, bagi umat ini khususnya. Allah berfirman “Tidak ada yang dapat merubah nasib suatu kaum selain kaum itu sendiri”.
Saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk merubah diri menjadi lebih baik dan
berdoa kepada Allah Ta’ala agar bangsa ini mendapat rahmat dan hidayah dariNya.
Aamiin.
Sahabat jangan khawatirkan diriku atas
keputusan yang kuambil ini. Saya sudah ridho untuk mempertanggungjawabkannya di
akhirat kelak. Sahabat janganlah kau mendebatku atas keputusanku ini karena
keputusanku ini sudah purna. Saya sudah siap untuk mempertanggungjawabkannya.
Saya siap menerima konsekuensinya.
Mari kita jaga silaturahmi diantara
kita dengan saling menjaga satu sama lain. Sesungguhnya persaudaraan kita lebih
berharga daripada permusuhan kita karena perbedaan pandangan akan sesuatu yang
tidak secara langsung mempertemukan atau menyatukan kita menjadi sahabat.
Ingat, kita disatukan oleh islam, bukan oleh ijtihad tentang pemilu. Ikatan
pemilu berlaku untuk setiap manusia dalam sebuah Negara yang menerapkannya
tetapi itu hanya di dunia saja. tetapi ikatan persaudaraan karena islam insya
Allah akan menyatukan kita hingga disurga kelak.
Bagaimanapun juga (sebagaimana
perkataan penyair):
Engkau menghendaki seorang teman yang
tidak ada aibnya, Maka dapatkan kayu gaharu mengeluarkan wangi tanpa asap..?
Dan sungguh indah ucapan Syaikh
Al-Albani rahimahullah :
“Khilaf yang terjadi di antara kita
adalah khilaf yang menggabungkan dan tidak mencerai-beraikan, berbeda dengan
khilafnya orang lain”
Setiap orang boleh mengucapkan
pendapatnya, tidak ada halangan, selama masih dalam batasan penuh adab, tanpa
celaan, cercaan dan seterusnya.
“Dan
bagi masing-masing ada kiblatnya yang dia menghadap kepadanya. Maka
berlomba-lombalah kalian (dalam) kebaikan” [Al-Baqarah : 148]
Sahabat aku rasa engkau tidak lupa
dengan jihadnya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu baik dari sisi ilmu,
aqidah, manhaj di berbagai negeri semisal Mesir atau Syam. Beliau pernah
berkata dari awal hingga akhir (hidup beliau):
“Aku adalah manusia
agama bukan manusia negara”.
Sahabat, saya berharap engkau bisa
memahami keputusanku ini.
Dari sahabatmu.
Abu_laosar.
*******
Tidak ada komentar:
Posting Komentar