Selasa
sore sebelas Februari dua ribu empat belas memiliki kesan yang mendalam dalam
perjalanan hidupku di kota Makassar. Sebuah mesjid sederhana di kawasan pondokan
Jalan Sahabat menjadi saksi. Di situlah untuk pertama kalinya saya mengumandangkan
adzan di kota Daeng ini setelah tujuh tahun lamanya saya merantau meninggalkan
kampung tercinta.
Momen
itu sangat berkesan, karena memori masa lalu ketika masih di kampung kembali
terbayang. Saat-saat indah menjadi Muadzin kembali menggelora di dada, membuat
jantung berdetak cepat, sangat cepat. Seketika otak saya serasa terbius,
sehingga terkadang cukup lama saya berhenti ketika mengumandangkan adzan.