Indonesia merupakan negara maritime dengan
luas lautan mencapai 5,8 juta km2 yang terdiri dari perairan
teritorial, perairan laut 12 mil dan perairan ZEE Indonesia. Indonesia
juga memiliki 17.504 buah pulau dengan panjang garis pantai 104.000 km.
Karakteristik ini menjadikan Lautan Indonesia merupakan wilayah Marine Mega-Biodiversity
terbesar di dunia, memiliki 8.500
species ikan,
555 species rumput laut dan 950
species biota terumbu karang.
Pada umumnya masyarakat Indonesia
lebih memilih untuk tinggal di daratan walaupun tidak sedikit pula yang
memanfaatkan laut sebagai sumber kehidupan. Tetapi ada sebagian kecil
masyarakat yang memilih untuk tinggal dan hidup bersama laut. Mereka adalah
suku bajo yang tersebar hampir di seluruh pesisir Indonesia.
Suatu ketika saya pernah berdiskusi
dengan salah seorang yunior. Kami mendiskusikan tentang kekayaan biota laut
Indonesia. Indonesia memiliki banyak biota laut, namun penelitian dalam bidang
itu masih sangat jarang ditemukan. Yunior saya tersebut kemudian tergerak untuk
melakukan penelitian tentang bahan alam laut.
Saya suka dengan laut begitu pula
yunior saya tersebut. Bak gayung bersambut, diskusi kami pun menjadi seru. Kami
kemudian bercerita tentang pengalaman snorkling di kampung masing-masing.
Terumbu karang memang selalu menarik untuk diperbincangkan.
Dia kemudian bertanya kepada saya
tentang penelitian apa kira-kira yang bisa dilakukan. Saya kemudian teringat
dengan cerita dari Prof. Gemini Alam pada saat membawakan materi tentang
farmakognosi bahari. Pada sat itu Prof. menjelasakan tentang kebiasaan masyarakat
pesisir laut Sulawesi yang mengkonsumsi Bulu babi sebagai obat kuat. Mereka
memakan bagian yang putih seperti susu yang terdapat dalam Bulu babi tersebut
secara langsung tanpa memasaknya terlebih dahulu.
Saya kemudian menyarankan kepada dia
untuk melakukan penelitian tentang uji efek afrodisiaka menggunakan Bulu babi
tersebut.
“Afrodisiaka
itu apa kak ? Tanya dia kepada
saya.”
Hal itu mengingatkanku ketika pertama
kali mendengar kata afrodisiaka dari pembimbing penelitianku. Pada saat itu
saya juga tidak tahu pengertian dari afrodisiaka. Tetapi ketika yuniorku
bertanya tentang afrodisiaka, Alhamdulillah saya sudah bisa menjelaskan dengan
sejelas-jelasnya.
Saya yakin diantara pembaca juga pasti
ada yang masih bingung atau tidak tahu tentang afrodisiaka. Oleh karena itu,
pada tulisan kali ini saya akan mencoba berbagi informasi tentang afrodisiaka
tersebut.
Afrodisiaka
Kita semua pasti kenal dengan istilah
obat kuat. Secara umum kita dapat mengartikan afrodisiaka tersebut sebagai obat
kuat. Tetapi kita juga perlu mengetahui bahwa kata Afrodisiaka itu berasal dari
kata Aphrodite dimana dalam mitologi
Yunani berarti dewi cinta, kecantikan dan kesetiaan.
Afrodisiaka diartikan sebagai zat atau
substansi yang dapat meningkatkan dorongan dan kepuasan seksual berupa makanan,
minuman, obat, tindakan serta alat. Selain itu, rangsangan suara (pendengaran),
rasa (pengecapan), cahaya, bau dan sentuhan bisa juga dikatakan sebagai afrodisiaka.
Ooo, begitu yah kak. Jawabnya sambil
menganggukkan kepala. Kemudian dia bertanya lagi, “Terus, gimana caranya kita meneliti tentang afrodisiaka itu kak ?”
Saya menjawab dengan mencontohkan
beberapa penelitian yang pernah dilakukan oleh senior-senior di farmasi.
Diantaranya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Restu Aristya Ramadhan dengan
judul “aktivitas afrodisiaka beberapa ekstrak daun sanrego (Lunasia amara Blanco.) pada mencit (Mus musculus) jantan”. Pada penelitian
tersebut menggunakan mencit sebagai hewan coba dan parameter afrodisiaka yang
diujikan berupa mounting yaitu
naiknya mencit jantan ke mencit betina dan coitus
yaitu proses kawin.
Selain mounting dan koitus, masih
banyak lagi parameter lain yang bisa diujikan, diantaranya yaitu Introduction, lordosis, latency period,
effect on fertility, intromission, ejaculation, dan lain-lain.
Mengenai parameter-parameter tersebut
tidak sempat saya jelaskan kepada dia karena jadwal kuliah yang cukup padat di
farmasi sehingga Insya Allah akan saya bahas pada tulisan saya berikutnya.
Dan akhirnya saya kemudian menyarankan
kepada dia, jika tertarik meneliti tentang efek afrodisiaka dari bulu babi
tersebut maka gunakan parameter ICC saja (Introduction,
Climbing, dan Coitus). Kemudian karena masyarakat menggunakan bulu babi
tersebut dengan mengknsumsinya secara langsung, maka buatlah dia dalam bentuk
jus atau sejenisnya. Selain itu, yang terpenting adalah hindari plagialisme,
kita harus memastikan bahwa belum ada yang pernah melakukan penelitian tentang
efek afrodisiaka dari bulu babi tersebut.
Satu hal yang mungkin kita tidak
sadari bahwa ternyata berdiskusi itu sangatlah mengasikkan. Apalagi yang
didiskusikan adalah sesuatu yang menarik dan kita sukai. Oleh karena itu
janganlah sungkan-sungkan untuk berdiskusi kepada siapa pun.
Salam hangat dari saya,
Madanosin.
assalamu alaikum wr wb....saya tertarik dengan ulasan di atas mengenai tanaman sanrego, kebetulan lagi cari2 apakah tanamannya ini masih ada apa tidak, kalo boleh tau temanta dapat sampelnya dr mana, terima kasih
BalasHapusWaalaikumsalam, tanaman sanrego termasuk tanaman endemik sehingga agak sulit di dapat. kata teman saya, tanaman ini bsa didapat di kabupaten bone. tapi hasil rajangannya atau batangnya ada di sekitaran BTP.
Hapus