Senin, 21 Juli 2014

Merindukan Adzan




Pada tulisan sebelumnya yang berjudul “Kisah adzanku tak seperti kisah adzan Bilal” saya mencoba mengobati rasa rinduku terhadap adzan dengan menuliskannya. Tetapi entah kenapa, perasaan rindu itu muncul kembali. Bayangan-bayangan ketika mengumandangkan adzan di masjid dekat rumahku tiba muncul di benakku. Saat-saat menutup telinga, dengan kedua tanganku, sambil melantunkan kebesaran Allah Ta’ala, mengajak saudara sesama muslim untuk meraih kemenangan dengan melaksanakan shalat sembari sesekali menoleh ke kanan dan ke kiri. Sungguh, bayangan itu tampak nyata di benakku. Hatiku tak sabar ingin melakukannya, lisanku sesekali melantunkannya dengan nada yang sedikit lirih. Adzan, sungguh aku sangat merindukanmu.


Kubuka kembali laptopku dengan penuh semangat, kudengarkan beberapa lantunan adzan dari muadzin-muadzin di masjid-masjid besar di Indonesia dan Timur-tengah, Alhamdulillah kerinduanku sedikit terobati.



Tetapi kemudian, muncul pertanyaan dalam diriku, ada apa gerangan, kenapa tiba-tiba perasaan rindu itu muncul, mungkinkah ini sebuah pertanda bahwa tidak lama lagi saya akan pulang ke kampung halaman. Mungkinkah adzan juga merindukanku, kemudian hadir dalam ingatanku seolah mengatakan bahwa tidak lama lagi aku akan mengumandangkannya sebagai muadzin di masjid Al-Wahid Kanakea, sebagaimana dulu sering kulakukan. Semoga saja pesan rindu ini bisa terjabah dengan segera.


Semoga Allah senantiasa mengikatkan hatiku dengan adzan, karena sesungguhnya, bagiku melantunkan adzan lebih aku sukai dibandingkan lantunan lagu-lagu yang lainnya.


Adzan, tunggu kedatanganku, kita kan bernostalgia kembali, masjid Al-Wahid kan menjadi saksi betapa kerinduan ini sangat menggebu-gebu.


Salam rindu dariku,


Abu_laosar. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar