Pada
tulisan sebelumnya yang berjudul “Kisah adzanku tak seperti kisah adzan Bilal”
saya mencoba mengobati rasa rinduku terhadap adzan dengan menuliskannya. Tetapi
entah kenapa, perasaan rindu itu muncul kembali. Bayangan-bayangan ketika
mengumandangkan adzan di masjid dekat rumahku tiba muncul di benakku. Saat-saat
menutup telinga, dengan kedua tanganku, sambil melantunkan kebesaran Allah
Ta’ala, mengajak saudara sesama muslim untuk meraih kemenangan dengan
melaksanakan shalat sembari sesekali menoleh ke kanan dan ke kiri. Sungguh,
bayangan itu tampak nyata di benakku. Hatiku tak sabar ingin melakukannya,
lisanku sesekali melantunkannya dengan nada yang sedikit lirih. Adzan, sungguh
aku sangat merindukanmu.
Kubuka
kembali laptopku dengan penuh semangat, kudengarkan beberapa lantunan adzan
dari muadzin-muadzin di masjid-masjid besar di Indonesia dan Timur-tengah,
Alhamdulillah kerinduanku sedikit terobati.
Tetapi
kemudian, muncul pertanyaan dalam diriku, ada apa gerangan, kenapa tiba-tiba
perasaan rindu itu muncul, mungkinkah ini sebuah pertanda bahwa tidak lama lagi
saya akan pulang ke kampung halaman. Mungkinkah adzan juga merindukanku,
kemudian hadir dalam ingatanku seolah mengatakan bahwa tidak lama lagi aku akan
mengumandangkannya sebagai muadzin di masjid Al-Wahid Kanakea, sebagaimana dulu
sering kulakukan. Semoga saja pesan rindu ini bisa terjabah dengan segera.
Semoga
Allah senantiasa mengikatkan hatiku dengan adzan, karena sesungguhnya, bagiku
melantunkan adzan lebih aku sukai dibandingkan lantunan lagu-lagu yang lainnya.
Adzan,
tunggu kedatanganku, kita kan bernostalgia kembali, masjid Al-Wahid kan menjadi
saksi betapa kerinduan ini sangat menggebu-gebu.
Salam
rindu dariku,
Abu_laosar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar