Kamis, 08 Mei 2014

Etika Berbicara Seorang Muslim


Berhati-hatilah dalam bertutur kata wahai sahabat. Ingatlah, lidah itu lebih tajam dari pada pedang. Dengan perkataan yang buruk bisa menyulut kebencian, kemarahan bahkan peperangan. Jagalah lisan kita dari berkata yang buruk, dengan begitu Allah akan melimpakan pahalanya kepada kita. 

Tahukah kamu wahai sahabat, Islam telah mengajarkan kita tentang etika dalam berbicara. Jika sahabat ingin menggapai pahala dan memperbaiki diri, “bacalah!!, hayati dan terapkanlah dalam kehidupan keseharian kita etika-etika dalam berbicara berikut ini:

 

Pertama. Hendaknya pembicaraan selalu di dalam kebaikan. 

Allah berfirman yang artinya: “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia.” (An-Nisa’ : 114).

Kedua. Hendaklah seseorang berbicara dengan suara yang dapat di dengar, tidak terlalu keras dan tidak pula terlalu rendah, ungkapannya jelas, dapat dipahami oleh semua orang dan tidak dibuat-buat atau dipaksa-paksakan.

Ketiga, Jangan membicarakan sesuatu yang tidak berguna bagi anda. 

Hadits Rasulullah menyatakan, “Termasuk kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan apa yang tidak berguna baginya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

Keempat. Janganlah anda membicarakan semua yang anda dengar. 

Abu Hurairah didalam haditsnya menuturkan, Rasullah bersaba, “cukuplah menjadi suatu dosa bagi seseorang apabila ia membicarakan semua yang telah ia dengar.” (HR. Muslim).

Kelima. Menghindari perdebatan dan saling membantah, sekalipun anda berada di pihak yang benar dan menjauhi perkataan dusta sekalipun bercanda. 

Rasulullah bersabda, “Aku adalah penjamin sebuah istana di taman surga bagi siapa saja yang menghindari pertikaian (perdebatan) sekalipun ia benar; dan (penjamin) istana di tengah-tengah surga bagi siapa saja yang meninggalkan dusta sekalipun bercanda.” (HR. Abu Daud dan dinilai hasan oleh al-Albani).

Keenam. Tenang dalam berbicara dan tidak tergesa-gesa. 

Aisyah telah menuturkan, “sesungguhnya Nabi salallahu alaihiwasallam apabila membicarakan suatu pembicaraan, sekiranya ada orang yang menghitungnya, niscaya ia dapat menghitung (kata-kata) beliau.” (Muttafaq ‘alaih).

Ketujuh. Menghindari perkataan jorok (keji). 

Rasulullah bersabda, “seorang mukmin itu bukanlah seorang pencela atau pengutuk atau yang keji pembicaraannya.” (HR. al-Bukhari).

Kedelapan. Menghindari sikap memaksakan diri dan banyak bicara di dalam berbicara.
Di dalam hadits Jabir disebutkan, “Dan sesungguhnya manusia yang paling aku benci dan yang paling jauh dariku di hari Kiamat kelak adalah orang yang banyak bicara, orang yang berpura-pura fasih dan orang-orang yang mutafaihiqun.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa itu mutafaihiqun?” Nabi menjawab, “Orang-orang yang sombong.” (HR. at-Tirmidzi, dinilai hasan oleh al-Albani).

Kesembilan. Menghindari perbuatan ghibah (menggunjing) dan mengadu domba.
Allah berfirman yang artinya, “Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain.” (Al-Hujurat: 12).

Kesepuluh. Mendengarkan pembicaraan orang lain dengan baik dan tidak memotongnya, juga tidak menampakkan bahwa kamu mengetahui apa yang dibicarakannya, tidak menganggap rendah pendapatnya atau mendustakannya.

Kesebelas. Jangan memonopoli dalam berbicara, tetapi berikanlah kesempatan kepada orang lain untuk berbicara.

Keduabelas. Menghindari perkataan kasar, keras dan ucapan yang menyakitkan perasaan dan tidak mencari-cari kesalahan pembicaraan orang lain dan kekeliruannya, karena hal tersebut dapat mengundang kebencian, permusuhan dan pertentangan.

Ketigabelas. Menghindari sikap mengejek, memperolok-olok dan memandang rendah orang yang berbicara. 

Allah berfirman yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-ngolok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan janganlah pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain, (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diolok-olok) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok).” (Al-Hujarat: 11).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar