Minggu, 02 Februari 2014

Menunggu Yang Berarti

Dalam beraktivitas, kebanyakan orang suka memilih-milih kegiatan yang ia sukai. Dalam hal berolah raga misalnya, ada yang memilih olahraga futsal, voli, basket, dan lain-lain. Tetapi untuk urusan bernafas, tidak ada istilah pilihan karena sadar atau tidak sadar, hidung kita senantiasa terus menghirup udara.

Setiap orang memiliki pilihan dalam hidupnya, tergantung bagaimana dia menyikapinya. Berbicara tentang pilihan, saya jadi tertarik dengan pilihan mereka yang ingin pulang kampung. Dengan cara apa mereka pulang hingga ke tujuan, naik pesawat, mobil, bus, motor, kapal laut, kereta api, atau dengan berjalan kaki. Dan apa yang mereka lakukan ketika di perjalanan ?.

Untuk daerah Jawa dan sekitarnya mungkin kereta api menjadi primadona. Untuk daerah Sulawesi bus masih menjadi nomor satu. Untuk daerah papua mungkin harus menggunakan pesawat, melihat medannya yang cukup susah jika menggunakan bus atau bisa saja dengan berjalan kaki melihat budaya di sana. Untuk Indonesia secara keseluruhan atau Nusantara, pastilah pesawat atau kapal laut masih menjadi primadona.

Sebagai anak pulau yang banyak makan garam dengan laut, tentunya kapal laut masih menjadi primadona. Selain ukurannya yang besar, sensasi berlayar ketika memecah ombak di lautan lepas sangatlah nikmat, mengingatkanku ketika bermain ombak di pantai Nirwana kota Baubau.

Di atas kapal, ada satu hal yang paling saya sukai ketika pulang kampung, yaitu “Menunggu”. Mungkin banyak orang yang tidak suka menunggu, apalagi menunggu hinga 14 jam tetapi bagi saya menunggu di atas kapal itu sangat mengasikkan. Menunggu adalah salah satu hal yang paling mengasikkan di atas kapal. Menunggu hingga berjam-jam untuk sampai ke tujuan membunuh seluruh ego dan melatih kesabaran. Akan terasa nikmatnya menunggu ketika kita sudah sampai di tujuan, apalagi yang dituju adalah kampung halaman.

Menunggu bukan sekedar menunggu, tetapi menunggu mengasikkan itu karena menunggu yang berarti. Waktu tempuh yang cukup lama dengan menggunakan kapal tentunya membuat kita memiliki banyak pilihan aktivitas di atas kapal, tetapi bukan untuk bermain futsal atau basket karena kapal Pelni dirancang khusus untuk penumpang.

Tempat yang paling saya sukai di atas kapal adalah anjungan. Anjungan ini terletak di bagian belakang dek/lantai paling atas kapal. Di situ saya bisa duduk berjam-jam untuk membaca buku sambil meminum secangkir kopi. Di atas kapal saya bisa menamatkan minimal satu buku dalam satu kali perjalanan 14 jam. Hal itu jarang sekali saya lakukan di darat.

Tempat kedua yang saya sukai di atas kapal adalah musholah. Musholah terletak pas di bawah anjungan. Di dalam musholah udaranya sangat sejuk, suasananya tenang sehingga saya bisa membaca beberapa halaman Alqur’an di sana.

Di dua tempat itulah saya selalu menunggu menghabiskan waktu di atas kapal sampai ke tempat tujuan. Di dua tempat itulah saya terkadang menularkan salah satu hobi saya yaitu corat-coret di atas kertas putih. Hal itulah yang membuat saya hingga saat ini masih memfavoritkan kapal laut sebagai alat transportasi ketika ingin pulang kampung.

Menunggu tidak selamanya membosankan, menunggu adalah sesuatu yang mengasikkan jika diisi dengan aktivitas yang mengasikkan. Oleh karena itu ketika kita menunggu sesuatu, “menunggulah yang berarti”. 

27 Januari 2013, di kapal Km Ngapulu

Abu Laosar

2 komentar:

  1. Semua orang menunggu,, menunggu website terbuka,, menunggu dosen,, menunggu balasan sms,, menuggu pengumuman,, menunggu kapal,, menunggu mati,, menunggu hari pembalasan,,,
    menunggu adalah rutinitas yang tak bisa kita lepas dari kehidupan kita

    BalasHapus